BULELENG – Berbagai upaya menekan laju inflasi yang diakibatkan kenaikan harga cabai rawit dilakukan oleh Pemkab Buleleng melalui Satuan Tugas Ketahanan Pangan (STKP) Kabupaten Buleleng.
Selain meningkatkan pemantauan harga dipasaraan, STKP Buleleng juga meninjau langsung sejumlah sentra produksi cabai rawit antara lain yang ada di Desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak.
“Salah satunya sentra produksi yang dikelola Kelompok Tani Unggul Mulya Desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak,” ungkap Kepala Bidang Ketersediaan dan Kerawanan Pangan Dinas Pertanian Kabupaten Buleleng, drh, I Wayan Susila usai mengikuti rapat evaluasi, Rabu (31/7/2024).
Ia memaparkan dari hasil pemantauan yang dilakukan, cabai rawit varietas ori yang ditanam pada areal seluas 25 are sudah berproduksi rata-rata 30 kg/hari dengan harga jual Rp 50 ribu/kg sampai dengan Rp 55 ribu/kg.
“Sebagai perbandingan, kami berkunjung juga ke petani Ketut Arnawa, biasanya jika panen normalnya 8 kwintal/hari dikirim ke pengepul di Pasar Anyar. Namun untuk saat ini hanya 3-4 kwintal/hari,” jelasnya.
Sementara pada kunjungan ke Kelompok Tani Harapan Baru, sudah tertanam cabai rawit dengan usia tanaman 3,5 bulan pada lahan seluas 1 hektar dan sudah mulai panen petik pertama, diperkirakan bisa panen hingga 4 bulan ke depan.
Terkait potensi lahan, Susila mengungkapkan untuk Desa Pemuteran, Pejarakan dan Sumberklampok Kecamatan Gerokgak terdapat lahan seluas 540 hektar, namun saat ini hanya sekitar 20 hektar yang dapat ditanami.
“Tidak maksimalnya produksi disebabkan berkurangnya kesuburan tanah dan tidak adanya pergiliran varietas,” terangnya.
Berdasarkan hasil pemantauan, adanya kekeringan di Pulau Jawa menyebabkan harga cabai rawit tinggi dan hal itu berdampak pada harga cabai rawit di Buleleng.
“Karena, fluktuasi harga cabai di Buleleng mengikuti harga cabai di Pulau Jawa, walaupun produksi cabai rawit di Buleleng mencukupi,” pungkasnya.(kar/jon)