TABANAN – KPU Tabanan telah selesai melakukan pencocokan dan penelitian (Coklit) data pemilih Pilkada serentak 27 November 2024. Proses pencoklitan mendapatkan pengawasan ketat dari Bawaslu dan menemukan empat pokok temuan di lapangan.
Ketua Bawaslu Tabanan I Ketut Narta menjelaskan, selama proses pencoklitan data pemilih Pilkada mulia 24 Juni sampai 24 Juli, pihaknya menerjunkan petugas melakukan kawal pemilih melakukan pengawasan. Diakui, dari pengawasan yang terus dilakukan , pihaknya secara umum menemukan empat temuan yang ada di lapangan.
“Aada empat temuan kami dalam proses pencoklitan data pemilih,” ungkap Narta, Kamis ( 25/7/2024).
Keempat hal yang ditemukan selama proses pencoklitan yakni Pantarlih tidak mencoklit secara langsung. Pantarlih tidak menempelkan stiker di rumah pemilih yang telah dicoklit. Pantarlih tidak menandai Pemilih disabilitas dan adanya kesalahan penulisan pada stiker coklit.
“Itu temuan kami di lapangan dan sudah kami koordinasikan dengan KPU Tabanan untuk dilakukan perbaikan selama proses Coklit berlangsung,” jelasnya.
Secara teknis di lapangan, pihaknya yang melakukan pengawasan di wilayah Selemadeg Raya dan Pupuan menemukan beberapa persoalan di lapangan. Salah satunya di Banjar Bada Gede, Desa Antosari , Selemadeg Barat.
Di Banjar ini, ada sebanyak 20 KK dengan 90 pemilih. Kini mereka terutama yang Lansia kesulitan menuju TPS yang terletak di Banjar Delod Rurung, Desa Antosari yang jaraknya sekitar 2 Kilometer dari lokasi tersebut. Namun lokasi saat ini lebih jauh lokasi saat Pileg sebelumnya.
Dikatakan, sebenarnya, banjar ini lebih dekat banjar Labak Suren, Desa Bengkel Sari, Selemadeg Barat atau Banjar Payan, Desa Antap, Selemadeg. Namun sesuai aturan, tidak boleh ada pemilih lintas desa apalagi lintas kecamatan sehingga lokasi TPS mereka jauh dari rumah mereka.
“Kami khawatirkan mereka nanti bukan tidak mau memilih tapi kendalanya jarak TPS dengan rumah mereka terutama yang lansia,” sebutnya.
Sementara Anggota Bawaslu Tabanan Ni Putu Ayu Winariyati menambahkan, kondisi serupa juga terjadi di Banjar bendul, Desa Jegu, penebel. Di banjar ini ada 177 pemilih. Saat Pileg lalu mereka memilih di TPS yang ada di banjar mereka. Namun karena ada aturan satu TPS maksimal 600 orang, maka TPS di banjar mereka dihapuskan dan mereka terdaftra di TPS Banjar Ngis.
“Ini juga kondisinya sama di wilayah Selemadeg barat, jarak mereka ke TPS juga jauh,” jelasnya.
Terhadap persoalan ini kata Narta maupun Winariyati juga sudah dikoordinasikan dengan KPU Tabanan. Namun dengan adanya aturan yang dari KPU Pusat terkait pengurangan jumlah TPS pada Pileg sebelumnya dari 1554 TPS dengan 300 pemilih menjadi 849 TPS dengan jumlah pemilih maksimal 600 orang.
“Sebenarnya KPU Tabanan sempat merencanakan jumlah TPS sebanyak 1.061 buah, namun oleh pusat ditetapkan sebanyak 849 TPS, sehingga menimbulkan persoalan ini dan harus dicarikan solusi seperti misla mereka dimobilisasi dijemput dengan kendaraaan menuju TPS atau seperti apa, kami koordinasi dulu dengan KPU,” katanya.
Soal TPS kata Winariyati sudah tidak bisa diubah lagi. Pasalnya ini sudah terkunci dengan jumlah anggaran. Sehingga tidak bisa menambah lagi, karena harus menambah personil yang tidak sedikit baik di KPU maupun Bawaslu.
“Kami sudah terkunci dengan anggaran, tidak bisa menambah personil lagi. Persoalan ini harus dicarikan solusi,” pungkasnya. (jon)