BADUNG – Dinas Perindustrian dan Ketenagakerjaan (Disperinaker) Kabupaten Badung mencatat ada 34 persoalan ketenagakerjaan yang ditangani dalam semester pertama tahun 2024 ini. Dan bisa dikatakan, semuanya terjadi pada usaha yang bergerak di sektor pariwisata.
“Kebanyakan perselisihan ini muncul dari usaha yang bergerak di sektor pariwisata. Bahkan bisa dikatakan semuanya di sektor pariwisata,” ungkap Kepala Disperinaker Badung, I Putu Eka Merthawan, Senin (15/7).
Dari jumlah tersebut, 33 diantaranya terjadi akibat adanya pandangan yang salah dan kemudian berujung pada perselisihan. Sementara 1 kasus lainnya adalah berkenaan dengan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak.
Puluhan persoalan tersebut, sambung Eka, ditangani oleh 8 penyidik ketenagakerjaan yang dimiliki oleh Disperinaker Badung. Oleh jumlah persoalan yang tidak bisa dibilang sedikit, bahkan kata Eka, hampir setiap hari persoalan-persoalan tersebut disidangkan di Kantor Disperinaker Badung.
“Yang masih dalam proses, kami sidangkan setiap hari di sini, itu ada 19 kasus. Yang perjanjian bersama atau yang sudah masuk ke ranah perdamaian itu 7 kasus. Sedangkan anjuran itu 8 kasus,” sambungnya.
Menurut Eka, puluhan kasus tersebut merupakan salah satu dampak dari kondisi pandemi Covid-19 sebelumnya. Yang bermula pada penggantian kepemilikan, hingga berimbas ke karyawan.
“Sebagai dampak dari Covid-19, menyebabkan terjadinya seperti ini. Bermula dijual hotelnya, kemudian karyawan terbengkalai. Angkat baru lagi, yang lama nuntut. Itu permasalahannya,” ucapnya sembari memastikan bahwa tim mediator Disperinaker Badung senantiasa mendapat pembinaan dari Pusat, untuk ke depan dapat menyikapi pesatnya dinamika.
Eka Merthawan menambahkan, jika dibandingkan dengan catatan di periode yang sama tahun 2021, jumlah persoalan tersebut terbilang mengalami peningkatan signifikan. Karena itulah dirinya meyakini bahwa hal tersebut merupakan warisan dari kondisi Covid-19.
“Ini pembelajaran bagi kita bersama. Karyawan itu harus kuat dari sisi perjanjiannya. Jangan sampai senang di awal, nangis di belakang,” tegasnya.
Ditanya soal posisi Disperinaker dalam permasalahan hubungan industrial, ditegaskan bahwa itu sangatlah sentral, sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Cipta Kerja. Yakni sebagai mediator dengan tahapan yang jelas dan terstruktur.
“Kami bukanlah hakim. Kami ini selaku mediator. Mediator hubungan industrial,” ucapnya sembari mengungkapkan bahwa sebuah perselisihan industrial tidak bisa diselesaikan dengan ujug-ujug ke pengadilan. Melainkan harus melewati proses yang ada di Disperinaker terlebih dahulu. (adi,dha)