BADUNG – Kontingen Bali pada PON XXI/2024 di Aceh dan Sumatera Utara (Sumut) bakal bertanding dengan penuh semangat. Hanya saja kalau mau jujur dengan realita yang ada, kondisi kontingen Bali dalam keprihatinan.
Dana persiapan untuk TC Desentralisasi juga tidak ada hanya uang saku atlet dan pelatih yang diberikan tiap bulan sangat terbatas dan jauh beda dengan saat TC Desentralisasi menjelang PON XX/2021 di Papua silam.
Kondisi kontingen Bali yang prihatin juga memunculkan keprihatinan salah satunya KONI Badung. Menurut Ketua Umum KONI Badung Made Nariana, Bali sendiri ke PON 2024 dengan kekuatan 549 atlet belum termasuk pelatih dan ofisial. Kontingen Bali bisa saja nanti berkekuatan lebih dari 1000 orang. Tempat PON cukup jauh. Inflasi juga sudah naik dibandingkan PON Papua 4 tahun lalu.
Pada PON Papua silam diakui mantan Ketua Umum KONI Bali itu, Kontingen Pulau Dewata mendudiki posisi ke-5 dari 28 Provinsi di tanah air. Ini posisi terbaik yang diperoleh Bali selama PON diadakan. Rakyat Bali dan pemerintah daerah pastinya senang dan gembira dengan prestasi itu.
Namun apakah cukup bergembira dengan prestasi atlet yang telah membawa nama dan martabat Bali di PON ? Apakah Bali masih dapat mempertahankan posisi 5 besar dalam PON 2024 ini ?
“Saya sangat ragu. Medali emas yang diraih dalam PON Papua sebanyak 28 keping bisa saja naik. Namun peringkat (kalau ini dianggap sebuah prestasi) rasanya akan sulit dipertahankan lagi. Persoalannya, saya hanya ingin sebutkan dua saja. Pertama dua tuan rumah yakni Aceh dan Sumut tidak akan mau berada di posisi di bawah Bali. Mereka pasti berjuang dengan berbagai cara sehingga dapat menduduki posisi 5 atau sampau 7 besar dalam PON.
Jabar, DKI, Jatim pasti tetap di posisi 3 besar. Posisi 4, 5, 6 sampai 7 kemungkinan direbut Jawa Tengah, Papua, Sumut dan jangan lupa Kalimantan Timur,” tutur Made Nariana di KONI Badung, Rabu (26/6/2024).
Asumsi pesisimis ini disebutkannya tentu ada dasarnya. Pasalnya yang kedua Bali menuju PON Aceh/Sumut dilihatnya sangat memprihatinkan. Biaya yang diperoleh dari Pemerintah Provinsi Bali sangat-sangat mini. Akibatnya TC Desentralisasi atlet, yang biasanya dilakukana 6 bulan sebelum PON, kali ini hanya dilakukan dua bulan saja.
KONI Bali konon, tidak akan memberikan pakaian bertanding untuk atlet PON seperti PON sebelumnya. Uang saku selama TC dikurangi. Jangan-jangan uang saku selama PON juga tidak akan sama dengan PON sebelumnya, padahal nilai uang sudah jauh berbeda.
“Inilah problem kontingen Bali ke PON. Saya komitmen pemerintah daerah terhadap olahraga belum memadai. olahraga dianggap seperti tidak prioritas dalam program pembangunan daerah. Olahraga selalu dianggap pelengkap. Menurut hemat saya, olahraga adalah sebuah investasi manusia. Hasilnya tidak “cespleng” seperti makan cabai pedas.,” tambah Nariana.
Tak dipungkiri jika investasi manusia Bali penting sehingga mereka fairplay, sigap, bernas, sehat dan tidak mengenal lelah dalam menjaga budaya, adat istiadat dan martabat Bali yang sangat terkenal di dunia.
Prestasi olahraga dapat mengharumkan nama daerah dan bangsa. Dengan prestasi olahraga Lagu Indonesioa Raya dapat berkumandang di luar negeri, mengiringi naiknya Bendera Merah Putih.
“Itulah pentingnya olahraga dengan prestasi yang maksimal sehingga perlu dijadikan program penting di setiap daerah, termasuk Bali. Apakah ada yang tergugah hati nuraniya,” pungkas Nariana. (ari/jon)