BULELENG – Keputusan Paruman Agung Desa Adat Banyuasri terkait pengenaan sanksi ‘kanorayang’ (pencabutan hak dan kewajiban sebagai krama) mendapat perlawanan dari 11 krama (Jro Made Sidarta Dkk).
Selain menilai sanksi ‘kanorayang’ bertentangan dengan keputusan Sabha Kerta Majelis Desa Adat (MDA) Provinsi Bali Nomor 003/SK-Sabha Kerta/MDA/Bali/XI/2022 tertanggal 12 November 2022, 11 krama melalui kuasa hukumnya dari Rekonfu Law Firm’87 juga masih melakukan upaya hukum banding atas putusan Pengadilan Negeri (PN) Singaraja Nomor : 486/Pdt.G/2023/PN.Sgr, tertanggal 13 Juni 2024 yang digunakan sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan ‘kanorayang’.
“Sebagai kuasa hukum 11 krama, kami menyayangkan keputusan paruman Desa Adat Banyuasri yang mengenakan sanksi kanorayang terhadap klien kami,” tandas salah satu kuasa hukum 11 krama dari Rekonfu Law Firm’87, I Nyoman Mudita usai menerima pemberitahuan status registrasi banding Nomor Perkara : 486/Pdt.G/2023/PN.Sgr dari aplikasi ecourt.mahkamahagung.go.id, Selasa (25/6/2024).
Mudita menegaskan perlawanan 11 krama dilakukan karena menilai sanksi ‘kanorayang’ bukan putusan yang mengandung kepastian hukum karena putusan melalui paruman Desa Adat Banyuasi pada tanggal 23 Juni 2024 merupakan satu kesatuan dengan pokok perkara gugatan yakni surat keputusan Sabha Kertha MDA Bali.
“Putusan kanorayang tersebut kan bukan putusan yang mengandung kepastian hukum karena menjadi satu kesatuan dengan pokok perkara gugatan yaitu SK MDA Provinsi Bali yang sudah bersifat final dan mengikat sesuai tata titi desa adat di Bali,” terangnya.
Apalagi, 11 krama masih melakukan upaya hukum banding atas putusan PN Singaraja atas perkara Nomor : 486/Pdt.G/2023/PN.Sgr sehingga semua pihak terutama prajuru Desa Adat Banyuasri wajib menghormati proses hukum yang sedang dilakukan dan masih berjalan.
“Selain upaya hukum banding atas putusan PN Singaraja, klien kami juga sangat dimungkinkan melakukan gugatan baru baik pidana maupun perdata karena dalam putusan PN Singaraja tersebut tidak semua gugatan ditolak, salah satunya putusan Sabha Kerta MDA Bali, sehingga mari kita hormati proses hukum untuk mendapatkan kebenaran, bukan pembenaran,” pungkasnya.(kar/jon)