BULELENG – Persidangan perkara Nomor : 486/Pdt.G/2023/PN.Sgr antara 11 KK Krama Desa Adat Banyuasri yang kepekang dengan oknum Prajuru Desa Adat Banyuasri di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja berakhir.
Selain menyatakan menolak eksepsi para tergugat konvensi seluruhnya, pada amar putusan dalam pokok perkara majelis hakim yang diketuai Made Bagiarta, S.H., M.H., didampingi hakim anggota IGA Kade Ari Wulandari, S.H., M.H., dan Pulung Yustisia Dewi juga menyatakan menolak gugatan penggugat konvesni untuk seluruhnya.
“Dalam rekonvensi, pertama mengabulkan gugatan para penggugat rekonvensi untuk sebagian, kedua menyatakan proses ngadegang kelian desa adat Banyuasri telah dilaksanakan sesuai dengan paruman No. 1 tahun 2021 tentang tata cara ngedegang kelian desa adat dan prajuru desa adat Banyuasri periode 2022-2027 yang telah disepakati oleh krama/masyarakat Desa Adat Banyuasri adalah sah menurut hukum,” tandas Made Bagiarta saat membacakan amar putusan pada persidangan di PN Singaraja Kelas IB, Rabu (13/6/2024) lalu.
Putusan majelis hakim yang juga menyatakan sah menurut hukum penetapan penggugat rekonvensi, I Nyoman Mangku Widiasa sebagai Kelian Desa Adat Banyuasri periode tahun 2022-2027 berdasarkan hasil paruman Desa Adat Banyuasri yang disertai berita acara hasil paruman, tak pelak membuat kecewa para penggugat, 11 krama Desa Adat Banyuasri yang kesepekang.
“Selaku penasehat hukum penggugat, 11 krama Desa Adat Banyuasri, kami telah menyatakan banding terhadap putusan majelis hakim tersebut, karena mengabaikan hasil putusan majelis desa adat, MDA Provinsi Bali pertanggal 12 November 2022,” tandas Mudita.
Selaku penasehat hukum 11 krama, Nyoman Mudita menyatakan tindakan hukum banding dilakukan karena majelis hakim sama sekali tidak mengindahkan hasil putusan MDA Provinsi Bali sebagai objek perkara dan patut ditegakkan selaku aparat penegak hukum (APH).
“Apa yang menjadi objek ini, sama sekali tidak dicermati, tidak diteliti, sehingga majelis justru tidak menguatkan putusan MDA yang mengikat dari sebuah lembaga yang profesional,” tukasnya.
Mudita yang berulangkali mengusulkan agar persoalan adat ini diselesaikan melalui musyawarah berharap dalam proses hukum banding nanti, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) Bali tidak mengabaikan keberadaan Undang- undang No. 15 tahun 2023 tentang Provinsi Bali dan Perda Provinsi Bali No. 4 tahun 2019 tentang Desa adat yang patut dihormati.
“Selaku penasehat hukum, kami juga senantiasa menyarankan penyelesaian kasus ini melalui paruman melibatkan seluruh krama, dengan prosesi gurupiduka atau penyelesaian sekala dan niskala,” terangnya.
Sementara Nyoman Sunarta selaku kuasa hukum Kelian Desa Adat Banyuasri menyatakan dengan adanya putusan majelis hakim tersebut maka tatanan dalam proses Ngadegang atau pemilihan Kelian Desa Adat Banyuasri adalah sah menurut hukum.
“Putusan yang diberikan majelis hakim tentunya sesuai dengan fakta-fakta dalam persidangan, termasuk keterangan saksi-saksi maupun regulasi yang ada, sehingga proses yang dilakukan sudah sah dan sesuai dengan hukum yang berlaku,” pungkasnya. (kar/jon)