DENPASAR – Pengusaha warung makan berinisial MR bersama bule Australia, TC dilaporkan ke Polda Bali, Rabu (23/5/2024). Keduanya diduga melakukan pemerasan dan penganiayaan terhadap seorang kontraktor, Riduan (44).
Riduan dianiaya di warung MR, Jalan Raya Seminyak, Kuta, Badung, Jumat (17/5/2024). Pemicunya karena fee proyek sekolah internasional senilai Rp1 miliar.
Awalnya, Riduan mendapat job membangun sekolah internasional di kawasan Pantai Nyanyi, Tabanan, dan TC dalam proyek ini selaku makelar dari jasa kontraktor pelapor.
“TC mengaku-ngaku kerja di perusahaan saya, padahal bukan tim saya. Saya dan dia memang saling kenal dan diajak kerja sama dalam proyek sekolah internasional di Tabanan,”kata Riduan didampingi kuasa hukumnya, Ferri Supriadi kepada wartawan seusai melapor.
Selesai sekolah dibangun dan serah terima ke pemilik, Riduan menunggu pencairan dana retensi. Dari proyek itu, TC meminta fee Rp1 miliar atau 10 persen dari nilai kontrak pembangunan.
“Permintaan fee itu terlalu besar karena selama ini hanya 5 persen dari nilai kontrak,” ungkap pelapor asal Jombang, Jawa Timur ini.
Riduan akhirnya mentransfer fee sesuai permintaan TC. Kemudian,pemilik sekolah komplain dan meminta agar lantai di salah satu ruangan diganti menggunakan bahan pilihan dari pemilik.
Riduan menjelaskan bahwa hal itu sebetulnya tidak boleh karena bangunan sudah diserahterimakan. Ia pun membuat persetujuan akan mengganti lantai setelah dana retensi keluar dan dana itu yang akan dipotong untuk mengganti lantai.
TC menyatakan job penggantian lantai akan ditanganinya. “Saya tidak terima dong karena biaya pergantian lantai memakai potongan dari dana retensi saya,” ucapnya.
Kemudian, dibuatlah persetujuan antara pelapor dengan pemilik sekolah, dan TC bahwa pekerjaan diambil alih oleh pihak TC tanpa menggunakan dana retensi yang merupakan hak Riduan.
Setelah adanya permasalahan tersebut, TC menghubungi Riduan dan meminta datang ke warung MR. Dalam pertemuan itu, terlapor menyatakan Riduan masih memiliki utang fee. Pelapor pun membantah dan siap menunjukkan bukti transfer pembayaran Rp1 miliar.
Kemudian, pelapor beralamat di Dalung, Kuta Utara, Badung ini diminta membayar Rp810 juta dan dipaksa menandatangani surat perjanjian. Merasa diancam, ia pun membayar Rp400 juta.
“Sebagai jaminan sisa uang yang belum terbayarkan, terlapor menahan mobil yang saya bawa,”ungkapnya.
Korban juga dimintai KTP dan dia mengaku tidak bawa. Kedua terlapor menggeledah tas Riduan dan menemukan KTP. Saat itulah terjadi pemukulan. MR meninju dada serta menampar wajah korban. Sedangkan TC memukul kepala belakang korban memakai tangan.
Riduan mengaku berada di lokasi dari siang sampai tengah malam.
“Waktu itu saya berpikir asal saya bisa keluar saja dari sana (TKP) agar saya bisa melakukan perlawanan secara hukum. Kalau saya terus bertahan di sana keselamatan nyawa saya terancam,”ucapnya sembari menyebut kerugian yang dialaminya Rp 1 miliar 26 juta, dan merasa trauma akibat kejadian ini.
Riduan dalam laporan tentang dugaan tindak pidana perampasan atau pengeroyokan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 368 KUHP dan Pasal 170 KUHP turut menyertakan barang bukti. Dia antaranya, bukti transfer, screenshot percakapan WhatsApp, BPKB mobil, dan fotocopy surat pernyataan pengakuan memiliki utang.
Dikonfirmasi terpisah, Kabid Humas Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan mengatakan, laporan Riduan masih dalam penanganan pengisian. Namun, perwira melati tiga di pundak ini belum bisa menjelaskan secara rinci kasus versi korban.
“Benar, laporannya telah kita terima dan pasti akan ditindak lanjut,” ungkap Kombes Jansen. (dum)