KLUNGKUNG– Peralatan untuk memproduksi garam dengan pendekatan teknologi geoisolator lengkap berisi penutup atau disebut tunnel, bantuan dari Kementerian Sosial kepada Kelompok Petani Garam Sarining Segara, Desa Kusamba banyak rusak.
Kondisinya bahkan sudah parah, banyak yang tidak bisa digunakan untuk memproduksi garam. Dari 8 tunel yang ada sebanyak 7 sudah rusak. Sebagian besar kerusakan pada plastik UV yang selama ini digunakan sebagai penutup tunnel. Selain plastik UV, kerangka yang terbuat dari bilah bambu juga sudah rusak.
Disisi lain, Kelompok Petani Garam Sarining Segara belum punya cukup dana untuk membiayai perbaikan juga mengganti plastik UV yang sudah banyak robek. Kondisi ini menjadi dilema bagi para petani garam di Desa Kusamba, Kecamatan Dawan Kabupaten Klungkung.
Betapa tidak, kegiatan mengolah air laut menjadi garam dan menghasilkan uang merupakan satu-satunya kegiatan mereka untuk bisa menopang keperluan sehari-hari. Terlebih saat musim hujan belakangan ini, sistem tunnel ini menjadi satu-satunya harapan petani garam agar bisa tetap berproduksi.
Sebab, pembuatan garam secara tradisional di tengah musim hujan seperti saat ini tidak mungkin mereka lakukan. Salah seorang petani garam Nengah Kertayasa ditemui di lokasi penggaraman Pantai Karangdadi, Desa Kusamba, Selasa (23/4/2024) mengungkapkan, plastik UV atau sering disebut plastik tunnel sudah banyak yang robek.
Sehingga produksi garam menggunakan teknologi geoisolator lengkap dengan tutup (tunnel) tidak bisa dimanfaatkan.
“Di awal tunnel itu lebih sering digunakan saat musim hujan. Sekarang dengan kondisi seperti itu (rusak) tidak bisa digunakan. Kalau cuacanya cerah tidak masalah, petani di sini lebih suka mengolah secara tradisional,” tandas Kertayasa didampingi istrinya Ni Nengah Nyamprug.
Kertayasa mengatakan, Kelompok Petani Garam Sarining Segara yang dipercaya mengelola bantuan tersebut oleh Kementerian Sosial, belum punya cukup dana untuk mengganti dan meregenerasi peralatan lainnya.
“ Biaya operasionalnya cukup tinggi pak, kelompok punya dana dari hasil penjualan garam tapi tidak cukup untuk memperbaiki semuanya itu,” katanya.
Hal senada juga dikatakan petani garam lainnya, Wayan Nuaya, ada rencana dari kelompok untuk memperbaiki peralatan tunnel tapi menunggu bantuan dari pemerintah.
“Bapak lihat sendiri air hujan banyak masuk dan tertampung di dalam. Pocol (rugi) menyimpan air laut karena sudah bercampur dengan air hujan,”ujarnya.
Kedua petani garam ini mengatakan kerusakan itu lebih banyak disebabkan karena faktor alam yakni angin pantai yang kerap berhembus kencang.
Sebelumnya Ketua Kelompok Petani Garam Sarining Segara Desa Kusamba, Mangku Rena juga mengatakan banyak plastik UV yang selama ini digunakan sebagai penutup tunnel sudah banyak robek.
Mangku Rena belum lama ini menyampaikan, harga satu roll plastik UV mencapai jutaan. Satu roll plastik yang pembuatannya ditambahkan bahan additive anti ultra violet itu cukup untuk tiga tunnel. Sedangkan petani garam mengelola sebanyak 8 tunnel.
“Tunnel mulai tidak bisa maksimal karena plastik UV sudah banyak robek. Kalau musim hujan air pasti masuk ke dalam tunnel karena plastik UV sudah robek. Kalau beli harganya cukup mahal kami petani garam belum mampu untuk menggantinya,”tandas Mangku Rena seraya menyampaikan harga satu roll plastik UV mencapai Rp 12 juta.
Mangku Rena memperkirakan kalau mengganti secara keseluruhan (8 tunnel) diperkirakan membutuhkan 3 roll plastik UV. (yan)