TABANAN – Hampir sebulan, lahan pertanian di subak wilayah desa Jatiluwih terkena serangan hama tikus yang cukup parah. Berbagai upaya dilakukan petani belum membuahkan hasil. Mencegah penyebaran lebih meluas, Krama subak di wewidangan desa Jatiluwih, kecamatan Penebel, Tabanan menggelar upacara nangluk merana bertepatan dengan Buda Kliwon Pahang (Pegatuakan), Rabu (3/4/2024).
Prosesi Upacara nangluk merana ini diawali dengan menggelar aci atau persembahyangan di Pura Luhur Petani di ujung utara desa Jatiluwih. Selanjutnya dilakukan prosesi ngelawang atau prosesi berjalan ke seluruh subak yang ada.
Menariknya, dalam rangkaian upacara sakral ini, Ida Tjokorda Anglurah Tabanan (Raja Tabanan) ditandu oleh krama subak dan diiringi melintasi persawahan yang ada di kawasan Jatiluwih, mulai dari Pura Luhur Petali sampai dengan Pura (bedugul) Candikuning Jatiluwih. Dengan Upacara ini serta kehadiran Ide Cokorda Anglurah tabanan diyakini akan dapat meredakan hama tikus.
Perbekel Desa Jatiluwih, Nengah Kartika mengatakan, upacara nangluk merana hanya digelar saat muncul wabah yang tidak bisa diredam. Masyarakat di desa Jatiluwih seperti petani yang mengandalkan kehidupannya dari pertanian meyakini bahwa upacara ini dapat mengatasi berbagai bentuk gangguan hama maupun penyakit yang mengganggu tanaman pertanian sehingga nantinya dapat memperoleh hasil panen yang memuaskan.
“Serangan tikus hampir sebulan menyerang tanaman padi sejumlah subak disini (Jatiluwih), sehingga digelar upacara nangluk merana yang diyakini bisa meredam serangan hama, jadi memang tidak ada jadwal khusus. Kebetulan disepakati hari ini (kemarin),” jelasnya.
Upacara nangluk merana ini diawali dengan upacara pengerastiti di masing-masing Bedugul seperti di Pura Candikuning dan Pura Luhur Petali. Dalam prosesi tersebut, melibatkan (mendak) Ida Tjokorda Anglurah dari Puri Tabanan, dan beliau ditandu diiringi krama subak melintasi areal persawahan dimulai dari Pura Petali menuju pura Candikuning Jatiluwih, lanjut nyujur ke temukuaya. Ida Tjokorda Anglurah di tempat itu akan tedun mewasuh cokor (mencuci kaki) dan akan ditunas (diambil) oleh subak untuk kemargiang (dibawa) ke empelan masing masing.
Sementara itu Manager Operasional DTW Jatiluwih, John K Purna mengatakan, prosesi upacara nangluk merana ini mampu menyedot perhatikan wisatawan yang saat itu tengah berkunjung ke DTW Jatiluwih. Bahkan dari pihak manajemen termasuk, desa dan desa adat sangat mendukung upacara yang relatif sakral ini untuk menjaga keberlanjutan sektor pertanian di kawasan yang sudah diakui oleh UNESCO sebagai warisan budaya dunia tersebut.
“Ini bagian dari kearifan lokal masyarakat dalam upaya menjaga pertanian dari serangan hama tikus dan tentu menjadi hal yang menarik wisatawan yang bertepatan berkunjung hari ini,” katanya.
Lanjut kata John K Purna, upacara nangluk merana sendiri sebelumnya telah dilaksanakan krama Subak desa Jatiluwih sekitar tahun 2012-2013 silam dan kini baru kembali digelar mengingat adanya serangan hama tikus.
“Mudah mudahan dengan upacara ini bisa mengusir semua penyakit yang ada di sawah,”jelasnya.
Sementara itu kunjungan wisatawan ke DTW Jatiluwih masih tetap stabil meski ada kenaikan tiket khususnya untuk wisatawan asing. Rata-rata kunjungan per hari mencapai 800 orang wisatwan asing. Mereka kebanyakan dari Eropa seperti Prancis, Jerman dan Inggris. Sementara untuk wsoiatwan lokal atau nusantara masih relatif sedikit diangka 150 orang per hari. Kecuali di weekend akan lebih banyak. (jon)