BADUNG – Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bali mendeportasi seorang pria Warga Negara Asing (WNA) berkewarganegaraan Australia berinisial AJT (71) karena telah melanggar Pasal 78 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, Rabu (6/3/2024).
Dalam ketentuan Pasal 78 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian menyebutkan bahwa Orang Asing yang tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan.
Seorang warga negara Australia, AJT mendapati dirinya dalam masalah hukum di Bali setelah kedapatan overstay di Indonesia. Berdasarkan keterangan yang diberikannya kepada pihak berwenang, dirinya mengakui bahwa kedatangannya ke Indonesia, khususnya Bali, adalah untuk berlibur dan bertemu dengan teman- temannya.
AJT, seorang pensiunan pekerja listrik, tiba di Bali pada tanggal 4 Desember 2023 dengan menggunakan Visa on Arrival (VOA), yang berlaku hingga 2 Januari 2024. Namun, masalah muncul ketika pada tanggal kepulangannya, ia tidak dapat berjalan keluar dari tempat tinggalnya karena adanya cedera pada kakinya akibat tergelincir di Kuta saat Natal tahun 2023.
Karena cedera tersebut, AJT tidak terhindar dari overstay karena tidak dapat meninggalkan Indonesia sesuai jadwal yang seharusnya pada tanggal 2 Januari 2024. Baru pada tanggal 12 Januari 2024, ia datang ke Bandara Ngurah Rai untuk bertemu staff airline membahas tiketnya yang telah kadaluwarsa. Pihak airline tidak mampu berbuat banyak dan tetap menyatakan bahwa tiket tersebut sudah tidak berlaku lagi.
Menyadari hal tersebut, AJT berupaya mengumpulkan uang untuk membeli tiket lagi tanpa memastikan dirinya dapat berangkat. Keesokan harinya pada 13 Januari 2024 dengan tiket barunya, AJT mendatangi Bandara Ngurah Rai untuk join flight. Namun, ia kembali menjumpai kendala ketika dirinya tiba di Tempat Pemeriksaan Imigrasi, oleh petugas Imigrasi ia dinyatakan overstay selama 55 hari.
Dirinya tidak mampu membayar biaya denda yang dikenakan oleh pihak imigrasi sebagai akibat melampaui izin tinggal yang diberikan. Menurut PP Nomor 28 tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, biaya denda overstay per hari sebesar Rp. 1.000.000,-. Tanpa denda yang diselesaikan, mustahil dirinya dapat meninggalkan wilayah RI.
Pada akhirnya, AJT mencari solusi di Konsulat Australia untuk menyelesaikan masalah overstay-nya namun tak ada solusi berarti yang ia dapatkan. Akhirnya pada 26 Februari 2024 AJT mendatangi Kantor Imigrasi kelas I Khusus TPI Ngurah Rai untuk melaporkan keadaan dirinya. Imigrasi Ngurah Rai melakukan pendetensian terhadap dirinya untuk selanjutnya menetapkan Tindakan Administratif keimigrasian berupa pendeportasian.
Karena pendeportasian tidak dapat dilakukan dengan segera, AJT dipindahkan ke Rumah Detensi Imigrasi Denpasar. AJT diserahkan ke Rudenim Denpasar pada 26 Februari 2024 untuk diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut. Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita menerangkan setelah didetensi selama 9 hari, AJT dapat dideportasi ke kampung halamannya pada 6 Maret 2024 dengan seluruh biaya ditanggung oleh yang bersangkutan.
Pria tersebut telah dideportasi melalui bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan tujuan akhir Perth International Airport dengan dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar. AJT yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya” ungkap Dudy.
Kepala Kanwil Kemenkumham Bali, Romi Yudianto mengapresiasi kinerja Rudenim Denpasar yang telah bertindak cepat dan tegas dalam menangani kasus overstay AJT. Ia menegaskan bahwa deportasi merupakan langkah yang tepat untuk menegakkan aturan keimigrasian di Indonesia.
“Kami tidak mentoleransi pelanggaran keimigrasian, setiap orang yang overstay di Indonesia harus bertanggung jawab atas tindakannya. Kami mengimbau kepada seluruh WNA untuk menghormati hukum dan aturan yang berlaku di Indonesia. Jika WNA ingin tinggal di Indonesia, mereka harus mengikuti prosedur yang berlaku dan memiliki dokumen yang sah,” tegas Romi.(*/jon)