KARANGASEM – Surplus jagung yang digembar-gemborkan Dinas Pertanian Kabupaten Karangasem, ternyata hanya isapan jempol belaka. Buktinya, ditengah produksi jagung yang dikatakan melimpah, ternyata peternak ayam, khususnya peternak ayam petelur malah tercekik harga jagung.
Selain harga yang mahal, jagung juga sangat sulit didapatkan. Kondisi ini membuat pakan ternak terus melambung, tak sebanding dengan harga telur yang terus merosot.
Kesulitan akan jagung sebagai bahan pokok ternak ayam petelur dirasakan para peternak di Banjar Sebudi, Desa Sebudi, Kecamatan Selat. Ketut Edi Santa misalnya. Pengusaha muda yang kini memelihara Rp7.000 ekor ayam petelur, itu mengaku sangat dipusingkan dengan meroketnya harga jagung hingga Rp10 ribu per kilogram.
“Kalau hanya sekadar mahal saja sih tidak masalah, tapi yang membuat pusing jagung sebagai makanan pokok ayam petelur sangat sulit untuk didapatkan,” kata Edi Santa.
Pria yang baru saja merilis single lagu pop Bali dengan judul Kunang Kunang Anarung Sasih, ini menuturkan, sebelumnya harga jagung masih di kisaran Rp4.500 per kilogram, sebanding dengan harga telur yang dijual ke pengepul. Namun peningkatan mulai terjadi sejak sebulan lalu.
Edi Santa merinci, 7.000 ekor ayam petelur yang dipeliharanya, membutuhkan 700 kilogram jagung. Sedangkan untuk saat ini pihaknya hanya memiliki stok pakan jagung hanya enam kampil saja atau sebanyak 300 kilogram, itu pun pakan yang didapatkan berasal dari pabrik.
“Enam kampil stock pakan yang saya miliki hanya untuk mencukupi pakan 3 ribu ayam, kalau 7 ribu ayam berarti membutuhkan 700 kilogram jagung. Bukan saya saja yang bingung, puluhan peternak ayam petelur yang ada disini juga merasakan hal yang sama,”jelasnya.
Edi Santa menambahkan, saat ini per krat telur harganya Rp34 ribu, sedangkan sebelumnya Rp38 ribu. Melihat harga telur yang merosot dibandingkan harga pakan yang terus meningkat dia mengaku mengalami kerugian sebesar Rp85 ribu per hari.
“Harga pakan dengan harga telur sangat tidak seimbang. Ini juga membuat peternak ayam petelur disini mengalami kerugian cukup besar,” imbuhnya.
Keluhan terhadap tingginya harga jagung juga diutarakan Gede Rudi. Dia mengatakan, jagung mulai langka hingga membuat harganya melambung disebabkan jagung di Sumbawa gagal panen.
“Sumbawa menjadi pemasok jagung terbesar untuk peternak ayam petelur di Karangasem. Tapi, karena mengalami gagal panen, jagung mulai langka dan harganya semakin meroket,” jelas pengusaha yang mengaku memelihara 10 ribu ekor ayam petelur.
Menyikapi mahalnya harga jagung dan mengantisipasi kerugian yang cukup besar, Rudi terpaksa putar otak. Ayam yang tidak produktif bertelur dia sortir dan diafkir untuk dijual.
“Saya terpaksa lakukan ini untuk mengurangi beban kebutuhan pakan ternak yang harganya semakin menggila. Semoga kondisi ini cepat pulih dan peternak ayam petelur kembali bisa menjalankan usahanya dengan baik,” pungkas Gede Rudi. (wat,dha)