DENPASAR – Penyidik Direktorat Reskrimum Polda Bali menghentikan penyelidikan dugaan penyerobotan tanah di Jalan Gatot Subroto (Gatsu) Barat, Denpasar, dengan terlapor pemilik toko elektronik, Franky Indra Gumi.
Kasus ini dilaporkan ibu rumah tangga, Ida Jane (68) pada Juli 2023. Penghentian penyelidikan sesuai hasil pemeriksaan saksi-saksi dan gelar perkara pada Jumat (3/11/2023). Penyidik belum menemukan adanya peristiwa pidana.
“Berdasarkan SP2HP (Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan) yang kami terima, penyidik menghentikan penyelidikan karena belum menemukan adanya perbuatan melawan hukum,”ujar Nyoman Gde Sudiantara selaku kuasa hukum Ida Jane kepada wartawan, Selasa (14/11/2023).
Nyoman Sudiantara alias Ponglik menilai ada kejanggalan atau hal tak lazim di balik penghentian penyelidikan tersebut.
“Seharusnya dijelaskan dong faktanya seperti apa,”tegasnya.
Ida Jane memiliki tanah kosong seluas 13,40 are yang bersebelahan dengan tanah Franky Indra Gumi. Terlapor membangun toko elektronik serta gedung baru untuk memperluas tempat usahanya.
Ponglik menyebut sebagian dari gedung baru ini dibangun di atas lahan milik Ida Jane sehingga tanah kliennya berkurang 141 m2.
“Bila memang tidak ada penyerobotan atau tidak ada PMH (perbuatan melawan hukum), artinya secara logika tanah itu sah milik terlapor,”ungkap pengacara senior ini.
Polisi tidak menjelaskan tentang tanah lebih milik terlapor didapat dari mana. Bertambahnya luas tanah terlapor sesuai dengan keterangan Kasi Pengukuran BPN Denpasar, Made Subrata saat mengundang Ponglik pada Kamis (9/11/2023).
Dari hasil pengukuran tiga kali yang dilakukan BPN, tanah terlapor bertambah luas. Ukuran tanah ini juga sudah didukung dengan adanya citra satelit.
Namun, kata Ponglik, muncul keanehan lainnya. Kelebihan itu disebut oleh BPN sebagai tanah gap. Sementara jika tanah pelapor dan terlapor digabung ukurannya sudah sesuai sertifikat.
“Pertanyaannya kok bisa tanah terlapor bertambah, kelebihan ini dapat dari mana?. Kalau dibilang tanah gap, masak bisa sebesar itu, padahal di sertifikat ukurannya sudah sesuai. Anehnya lagi, BPN menawarkan solusi kepada klien kami akan diberikan tanah lain yang ada di jurang di belakang tanah pelapor,” ucapnya.
Pengukuran ulang sebanyak tiga kali oleh BPN atas permintaan Polda Bali dinilai bukan pengukuran resmi. Pelapor terlebih dahulu melakukan pengukuran secara resmi melalui pendaftaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menghasilkan produk berupa Peta Bidang Tanah (PBT) pada 2020.
Disimpulkan bahwa tanah Ida Jane berkurang. Memang ada garis gap, tapi bangunan milik FIG disebut melewati garis gap tersebut sampai memakai tanah terlapor.
Karenanya, Ponglik menduga memang ada perbuatan hukum. Ia pun akan melakukan sejumlah langkah lain agar kliennya dapat memastikan hak atas tanahnya secara hukum.
Pihaknya akan minta melakukan pengukuran ulang oleh BPN Kota Denpasar dengan melibatkan pihak swasta yang independen dan profesional. Selain itu, meminta gelar perkara ulang di Mabes Polri.
“Melalui pengukuran dengan melibatkan pihak swasta, sehingga ada argumen dengan pihak BPN di sana terkait ukuran tanah yang pasti, kami juga ingin penjelasan dari penyidik apa alasannya belum ditemukan PHM dalam kasus ini,” tandasnya.
Dikonfirmasi mengenai alasan Polda Bali menghentikan penyelidikan terhadap laporan penyerobotan tanah tersebut, Kabid Humas Polda Bali Kombes Jansen Avitus Panjaitan mengatakan pihaknya masih mengecek masalah tersebut.
Sementara, kuasa hukum terlapor, I Wayan Mudita saat dikonfirmasi via WhatsApp belum memberikan tanggapan prihal keluarnya SP2HP tersebut. “Statement-nya nanti aja nggih,”ucapnya. (dum)