KUTSEL – Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham) Nomor 22 Tahun 2023 tentang Visa dan Izin Tinggal dan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 82 Tahun 2023 telah diundangkan pada akhir Agustus 2023 lalu. Kedua peraturan tersebut merupakan landasan pemberlakuan kebijakan Golden Visa.
Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kemenkumham RI, Silmy Karim melalui siaran persnya menjelaskan, klasifikasi visa tersebut diperuntukkan bagi orang asing yang berkualitas dan bermanfaat bagi perkembangan ekonomi negara. Salah satunya yakni penanam modal, baik korporasi maupun perorangan.
“Golden Visa adalah visa yang diberikan sebagai dasar pemberian izin tinggal dalam jangka waktu 5 sampai dengan 10 tahun dalam rangka mendukung perekonomian nasional,” sebutnya.
Untuk dapat tinggal di Indonesia selama 5 tahun, orang asing investor perorangan yang akan mendirikan perusahaan di Indonesia diharuskan berinvestasi sebesar US$ 2.500.000 (sekitar Rp 38 miliar). Sedangkan untuk masa tinggal 10 tahun, nilai investasi yang disyaratkan adalah sebesar US$ 5.000.000 (sekitar Rp 76 miliar).
Sementara, bagi investor korporasi yang membentuk perusahaan di Indonesia dan menanamkan investasi sebesar US$ 25.000.000 atau sekitar Rp 380 miliar, akan memperoleh Golden Visa dengan masa tinggal 5 tahun bagi direksi dan komisarisnya. Sedangkan untuk nilai investasi sebesar US$ 50.000.000, akan diberikan lama tinggal 10 tahun.
Ketentuan berbeda diberlakukan untuk investor asing perorangan yang tidak bermaksud mendirikan perusahaan di Indonesia. Untuk Golden Visa 5 tahun, pemohon diwajibkan menempatkan dana senilai US$ 350.000 (sekitar Rp 5,3 miliar) yang dapat digunakan untuk membeli obligasi pemerintah RI, saham perusahaan publik, atau penempatan tabungan/deposito. Sedangkan untuk Golden Visa 10 tahun, dana yang harus ditempatkan adalah sejumlah US$ 700.000 (sekitar Rp 10,6 miliar).
“Karena kami sasar pelintas yang berkualitas, maka syaratnya lebih berbobot. Semakin lama tinggal di Indonesia, semakin tinggi nilai jaminannya, terutama untuk kegiatan penanaman modal yang bisa sampai sekitar Rp 760 miliar,” sambungnya.
Lebih lanjut dijelaskannya pula, Golden Visa adalah sebuah program prioritas yang merupakan amanat dari Presiden Joko Widodo. Program tersebut dipastikan telah melalui proses panjang, yang telah digarap sejak sekitar 6 bulan lalu. Mulai dari pengkajian, perumusan kebijakan, termasuk pula perubahan peraturan serta mempersiapkan aturan turunannya.
“Dari perubahan Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, sampai Peraturan Dirjen. Penyusunan kebijakan Golden Visa melibatkan banyak kementerian,” ucapnya sembari mengungkapkan bahwa sebelumnya peraturan keimigrasian Indonesia tidak mengatur visa dengan izin tinggal berjangka waktu 10 tahun.
Pemegang Golden Visa diharapkan dapat menikmati sejumlah manfaat eksklusif dari jenis visa ini. Di antaranya adalah jangka waktu tinggal lebih lama, kemudahan keluar dan masuk Indonesia, serta efisiensi karena tidak perlu lagi mengurus ITAS ke kantor imigrasi.
“Begitu sampai di Indonesia, mereka (pemegang Golden Visa) tidak perlu lagi mengurus izin tinggal terbatas (ITAS) di kantor imigrasi,” tutur Silmy.
Indonesia bukanlah negara pertama yang memberlakukan Golden Visa. Kebijakan serupa telah lebih dahulu diimplementasikan di berbagai negara maju, antara lain Amerika Serikat, Kanada, Uni Emirat Arab, Irlandia, Jerman, Selandia Baru, Italia, dan Spanyol.
“Negara-negara yang telah menerapkan kebijakan Golden Visa merasakan dampak positifnya. Denmark misalnya, berhasil menjadi salah satu negara yang terdepan dalam inovasi. Kemudian Uni Emirat Arab menjadi negara tujuan favorit investor mancanegara. Harapannya, dengan kebijakan ini ke depannya Indonesia juga akan menerima dampak serupa. Apalagi negara kita punya segudang potensi untuk dikelola dan dikembangkan,” pungkasnya. (adi/jon)