BULELENG – Kondisi miris, rusaknya sarana prasarana sekolah dan terbatasnya ruang kelas untuk belajar tak pelak membuat siswa SD Negeri 1 Alasangker Kecamatan Buleleng tak lagi nyaman melakukan proses belajar mengajar ditengah program nasional Merdeka Belajar.
Selain sulit meraih prestasi akademik, kondisi sekolah yang berdiri tanggal 4 Agustus 1930 silam ini juga memaksa satuan pendidikan tingkat dasar ini melaksanakan proses belajar mengajar di halaman sekolah.
“Dengan keterbatasan ruang kelas untuk belajar hanya 5 kelas dan rusaknya ruangan mess guru yang sempat dimanfaatkan untuk ruang belajar, kami terpaksa melaksanakan proses belajar mengajar di halaman sekolah,” ungkap I Ketut Budiasa selaku Kepala SD Negeri 1 Alasangker Kecamatan Buleleng usai mengikuti Musrendes Alasangker tahun 2023, Senin (28/8/2023).
Selaku pimpinan satuan pendidikan pada eks sekolah rakyat (SR) peninggalan penjajahan Belanda, Budiasa mengungkapkan sejak menjabat sebagai kepala sekolah tahun 2015, keberadaan ruang belajar memang hanya 5 kelas sehingga pihak sekolah menggunakan sistem shift untuk siswa kelas 1 dan 2.
“Jumlah siswa terbatas dan pemanfaatan mess untuk kelas belajar, membuat pembelajaran tidak ada kendala, terlebih saat pandemi Covid-19,” ungkapnya.
Persoalan muncul setelah pandemi, pemberlakuan sistem zonasi penerimaan siswa baru dan penerapan kurikulum K13 yang mengatur beban belajar/minggu selama 30 untuk kelas I dan 32 jam untuk kelas II. “Beban belajar antara kelas I dan II yang tidak jauh beda, mengakibatkan sistem shift tidak bisa dilakukan, termasuk sistem shift yang memanfaatkan jam pelajaran olahraga,” jelasnya.
Puncaknya, kata Budiasa, ketika sistem zonasi penerimaan siswa baru diterapkan dan jumlah siswa bertambah drastis dengan rincian 32 siswa kelas I, 39 siswa kelas II, 25 siswa kelas III, 18 siswa kelas IV, 30 siswa kelas V dan 23 siswa kelas VI.
“Dengan ruang kelas sebanyak 5 unit, ruang kepala sekolah 1 unit, ruang guru 1 unit, hanya 7 ruangan, tanpa perpustakaan apalagi laboratorium kami kesampingkan dulu, meski tidak memenuhi syarat sebagai penyelenggara program Merdeka Belajar,” ujarnya.
Ia menambahkan, kondisi sarpras sekolah ini sudah disampaikan dan dimaklumi komite sekolah, dilaporkan kepada Kades/Perbekel Desa Alasangker, Koordinator Wilayah Disdikpora Kecamatan Buleleng dan Disdikpora Kabupaten Buleleng melalui aplikasi dapodik sesuai kode NPSN 50100238 dam NSS 1012201010008. “Dan kami sangat berharap kondisi sarpras sekolah ini mendapat perhatian pihak terkait untuk direhabilitasi sehingga lebih representatif,” tandasnya.
Senada dengan Kepala SD Negeri 1 Alasangker, I Wayan Sitama selaku Perbekel Desa Alasangker Kecamatan Buleleng menyatakan prihatin dan telah merembukkan rencana renovasi pada Musdes yang dihadiri Camat Buleleng, Kelian Desa Adat Alasangker dan Kepala SDN 1 Alasangker.
“Awalnya kami sayangkan karena pihak sekolah tidak melaporkan kondisi sekolah, dan baru kita ketahui ada siswa kelas II yang belajar diluar kelas setelah kadus Pendem melapor ke saya,” ungkapnya.
Terlepas dari hal tersebut dan demi generasi muda di Desa Alasangker, bersama desa adat telah dirancang beberapa alternatif untuk merenovasi sekolah pertama di Desa Alasangker yang berdiri tahun 1930. “Kami sudah inventarisasi aset desa dinas maupun adat sebagai tempat relokasi yang semua ternyata lokasinya jauh, sehingga ada alternatif lokasinya tetap untuk menjaga history, hanya konstruksi gedungnya yang dibuat bertingkat,” pungkasnya. (kar,dha)