BULELENG – Upaya penyelesaian sengketa antara Desa Adat Pengastulan Kecamatan Seririt selaku pihak penggugat dengan Perbekel Desa Pengastulan selaku tergugat I dan BPN Buleleng selaku tergugat II dalam perkara dugaan pensertipikatan tanah druwen desa adat oleh 329 warga Banjar Dinas Kauman memasuki sidang mediasi tahap II.
Selain penyerahan resume dari para pihak melalui kuasa hukum masing-masing, pada sidang mediasi yang dipimpin I Made Bagartha selaku hakim mediasi juga disepakati penyertaan 1 orang perwakilan dari warga pemohon pada sidang mediasi tahap III pada tanggal 30 Agustus 2023.
“Pada sidang mediasi tadi, para pihak sudah menyerahkan resume masing-masing sebagai bahan pertimbangan untuk penyelesaian secara damai melalui mediasi,” ungkap I Mada Bagiartha selaku hakim mediasi usai memimpin sidang di Ruang Mediasi Pengadilan Negeri (PN) Singaraja Kelas IB, Rabu (23/8/2023).
Didampingi I Gusti Made Juliartawan selaku juru bicara, Bagiartha yang juga Wakil Ketua PN Singaraja mengapresiasi semangat para pihak untuk menyelesaikan persoalan secara damai, mengingat keberadaan objek perkara serta hubungan baik yang selama ini terjalin antara warga masyarakat di Desa Pengastulan.
“Para pihak pada dasarnya tidak ingin persoalan ini melebar, hanya ingin mendapatkan kepastian hak atas lahan yang ditempati sekian lama, secara turun temurun, demikian halnya juga dengan desa adat yang tidak menuntut kewajiban dari 329 pemohon sertifikat dari Banjar Dinas Kauman sebagaimana diberlakukan terhadap 470-an pemohon sertifikat dari 3 Banjar Dinas lainnya di Desa Pengastulan,” jelasnya.
Solusi terbaik yang ditawarkan melalui resume akan disampaikan masing-masing kuasa hukum kepada para pihak termasuk 329 warga pemohon sertifikat.
“Para pihak juga sepakat untuk menghadirkan perwakilan warga pemohon sertifikat dari Banjar Dinas Kauman pada sidang mediasi, tanggal 30 Agustus,” tandasnya.
Hal senada diungkapkan Komang Sutrisna dari LBH Bali Metangi selaku kuasa hukum penggugat Nyoman Ngurah (Bendesa Desa Adat Pengastulan). Selain mengungkapkan pengumuman data fisik dan yuridis No. 11782/PTSL.51.08/XII/202 tertanggal 16 Desember 2022 sebagai dasar gugatan, melalui resume juga telah disampaikan usulan solusi untuk perdamaian.
“Klien kami keberatan karena pada proses pensertifikatan yang sedang ditunda BPN ini dinilai cacat hukum, karena prosedur yang dilalui menghilangkan peran dari lembaga adat, sementara tanah yang dimohonkan sertifikat adalah tanah druwen Desa Adat Pengastulan,” ungkapnya. Terlepas dari persoalan tersebut, pada prinsipnya penggugat tidak menolak PTSL dan hanya menginginkan tanah druwen desa adat tetap lestari sesuai dengan sejarah dan awig-awig desa adat.
“Dimana lahan di wilayah Banjar Dinas Kauman adalah druen Desa Adat Pengastulan,” terangnya.
Ia menambahkan, secara turun temurun dan hingga kini lahan menjadi tempat pelaksanaan upacara melasti Ida Bhatara Sesuhunan ring Pura Gede, Pura Dalem serta pura yang ada di wilayah Desa Adat Pengastulan, Desa Adat Bubunan dan Desa Adat Sulanyah, sebagai satu pasemetonan Bale Agung Tunggal.
“Penggugat tidak melarang siapapun yang menempati dan memohon tanah druwen desa adat, asalkan sesuai prosedur dan berkoordinasi dengan Desa Adat Pengastulan. Kami hanya minta, proses pensertifikatan melalui PTSL diulang, disesuaikan dengan prosedur, diterbitkan atas nama Komunal Desa Adat Pengastulan namun dapat ditempati oleh pemohon secara turun temurun, sesuai ketentuan yang berlaku,” jelasnya.
Solusi ditawarkan berdasarkan keinginan tulus pelestarian desa adat, dalam suasana penyamabrayaan, paras paros sarpanaya dalam bingkai bhinneka tunggal ika yang harus dijaga sampai generasi selanjutnya.”Dengan semangat paras paros, kami sepakat untuk mendengarkan aspirasi dari perwakilan warga pemohon,” tegasnya.
Pun demikian dengan Gede Indria selaku kuasa hukum tergugat I, Perbekel Desa Pengastulan Kecamatan Seririt, Putu Widyasmita. Selain mengapresiasi proses mediasi sebagai upaya terbaik dalam penyelesaian persoalan ini, ia juga mendorong kliennya untuk menyampaikan hasil mediasi, resume yang diterima dari pihak penggugat kepada 329 warga pemohon sertifikat melalui PTSL di Desa Pengastulan.
“Klien kami selaku Perbekel hanya sebagai pihak yang memfasilitasi secara administratif warga pemohon sertifikat melalui PTSL oleh karena itu kami usulkan untuk menghadirkan perwakilan dari 329 warga pemohon pada sidang mediasi berikutnya, sehingga menjadi jelas objek dan pendapat dari pihak pemohon sertifikat yang seharusnya menjadi pihak tergugat,” tandas Indria dibenarkan Perbekel Widyasmita.
Sementara Tim Hukum BPN Buleleng menyatakan penundaan penerbitan sertipikat dilakukan karena adanya gugatan desa adat dan solusi berupa penerbitan sertipikat komunal sudah ditawarkan pada mediasi sebelumnya. (kar,dha)