DENPASAR – Kakak adik I Nyoman Sutara (44) dan I Made Wirawan (48) yang menang gugatan perdata di Mahkamah Agung (MA) atas perkara pembekakan utang dari Rp2 miliar jadi Rp9 miliar mempertanyakan kelanjutan laporan pidana di Polda Bali.
Kedua bersaudara ini melalui kuasa hukum Reydi Nobel mengatakan, laporan di Polda Bali tertuang dalam bukti laporan Pengaduan Masyarakat (Dumas) bernomor Dumas/796/X/2021/SPKT Polda Bali tentang dugaan tindak pidana pengancaman dan pemerasan dengan terlapor berinisial AL selaku pemberi pinjaman.
“Padahal janji polisi di SP2HP akan melanjutkan penyidikan bila sudah ada putusan sampai tingkat kasasi. Nah, sekarang putusan kasasinya sudah turun dan kita menang, makanya kami tagih janji kapan dilanjutkan,”ungkap Reydi Nobel kepada wartawan, Selasa (7/2/2023).
Tak hanya AL, Sutara dan Wirawan juga melaporkan oknum polisi Brigjen IW yang bertugas di Bakamla ke Paminal Mabes Polri atas dugaan tindak pidana pengancaman dan pemerasan. Laporan dilayangkan di Polda Metro Jaya dengan nomor LP/B/5272/X/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA. “Ada tiga laporan salah satunya itu,” sebut Reydi.
Ia membeberkan, dugaan ancaman dan pemerasan ini bermula dari masalah utang piutang. Made Wirawan membantu I Nyoman Sutara meminjam uang kepada terlapor AL sebesar Rp 2 miliar.
“Jaminan dari pinjaman itu adalah tanah dari Made Wirawan seluas 500 meter persegi di wilayah Seminyak Kuta. Pinjaman itu rencananya untuk usaha,” ungkap Reydi Nobel.
Dari perjanjian Rp2 miliar yang cair hanya Rp 1.480.000.000.
“Sisanya administrasi dan lainnya. Jangka waktu pinjaman itu hanya tiga bulan,” bebernya.
Namun, di masa pandemi dan ekonomi masih sulit saat itu, Nyoman Sutara dan Wirawan belum bisa melunasi utang utangnya meski sudah jatuh tempo sehingga Sertifikat Hak Milik ( SHM) tanah milik Wirawan diambil AL. Begitu seterusnya, utang tersebut belum juga bisa dibayarkan Nyoman Sutara.
Lantaran tidak juga dilunasi, oknum Polisi IW dan AL memaksa Made Wirawan menandatangani kesepakatan baru utang Rp 2 miliar harus dibayar Rp9 miliar.
“Klien saya dibawah tekanan dan ancaman sehingga terpaksa menandatangani kesepakatan,” tegasnya.
Bahkan konyolnya, sambung Reydi, AL justru melaporkan Wirawan ke Polda Bali dengan tuduhan memasukkan keterangan palsu dan penipuan yang kemudian tidak bisa dilanjutkan karena locus dan tempos deliktinya bukan di Bali sehingga ditarik ke Polda Metro.
“Laporan AL ini gugur dengan sendirinya karena putusan perdata baik tingkat pertama, PT, bahkan MA memenangkan klien kami dan bahkan membatalkan akta-akta yang dibuat,”tandasnya. (dum)