JEMBRANA – Satu-satunya wahana ayunan tradisional yang masih bertahan bisa dijumpai di Banjar Nusasakti, Desa Nusasari, Kecamatan Melaya. Ayunan yang seluruh rangka konstruksinya berbahan kayu, dibangun di tahun 70-an.
Ayunan ini ramai dikunjungi warga saat Hari Raya Galungan maupun Kuningan. Bahkan Galungan kemarin, warga yang berniat meayunan, rela antre berdesakan, demi menikmati wahana yang sistem operasionalnya masih manual, menggunakan tenaga manusia.
Ayunan memiliki 4 pasang kursi, untuk tempat dudukan. Ayunan ini sudah ada semenjak tahun 1970. Dulunya ayunan ditempatkan di tanah lapang tepatnya di bawah sebuah pohon beringin besar. Sehingga ayunan dinamai Ayunan Bingin.
Seiring waktu, untuk menjaga keutuhan ayunan yang seluruh konstruksi berbahan kayu, dibuatkan bangunan beratap untuk menghindari terpaan hujan dan sinar matahari. Untuk memperkuat kayu-kayu juga dicat warna warni, dan pemeliharaan agar tak punah dimakan usia.
Menariknya, ayunan hanya beroperasi saat hari Galungan sampai Manis Galungan. Demikian pula di Kuningan juga sampai Manis Kuningan. Selain hari raya Galungan dan Kuningan, ayunan tidak dioperasikan.
Selama waktu tak beroperasi, ayunan dilakukan perawatan atau pemeliharaan berkala, pemeriksaan adanya kayu atau rangka yang mengalami kerusakan.
Dari pantauan ayunan tradisional ini ramai dikunjungi warga. Tak hanya warga Desa Nusasari, warga luar juga ramai menikmati wahana tersebut. Setiap pengunjung dikenakan tiket 5 ribu/orang dengan waktu selama 20 kali putaran atau sekitar 15 menit.
Dalam pengoperasianya setiap dudukan mampu menampung 8 orang.
Dua tukang putar ayunan berada di sisi kanan kiri tuas ayunan, untuk pemutaran tuas menggunakan kaki dan tangan silih berganti. Ketika ayunan mulai berputar akan muncul suara gesekan antar tuas kayu. Bunyi kayu berderit inilah menjadi salah satu ciri khas dari ayunan tradisional. Suara ini, membuat pengunjung merindukan mainan tersebut.
Kelian Adat Banjar Nusasakti I Kadek Artawan yang ditemui belum lama ini mengatakan, ayunan tradisional di Nusasakti beroperasi tidak setiap hari. “Kami buka hanya di hari raya Galungan dan Kuningan,” terangnya.
Dikatakan Artawan ayunan ini sudah ada sejak tahun 1970. Sejauh ini masih diminati masyarakat, utamanya warga di Kecamatan Melaya. Ada ungkapan, belum lengkap merayakan Galungan kalau belum datang naik Ayunan Bingin.
Disinggung terkait hasil pendapatan ayunan, kata Artawan untuk hasil penjualan tiket ayunan berkisar 1 juta hingga 1,5 juta dalam sehari. “Kalau total Galungan dan Kuningan bisa tembus 5 juta,” imbuhnya. Ayunan ini tetap dipelihara meski sudah tergerus ayunan modern. (ara,dha)