Canggu adalah salah satu wilayah di Kabupaten Badung yang kini tengah berkembang menjadi destinasi wisata. Berbagai fasilitas pendukung juga telah bermunculan bak jamur di musim hujan. Mulai dari hotel, restoran, ataupun tempat-tempat hiburan layaknya bar dan sejenisnya.
Pertumbuhan ekonomi (economy growth) yang dipicu sektor pariwisata, pastinya akan menimbulkan ekses perubahan sosial (social change). Di samping kemacetan dan dampak lainnya, salah satu di antaranya yakni soal kebisingan. Tentunya itu merupakan salah satu konsekwensi yang sangat wajar terjadi.
Meski demikian, hal tersebut haruslah tetap terkendali dan terukur. Sehingga tidak malah menimbulkan gangguan kepada masyarakat yang bermukim di sekitarnya.
Pemerintah sendiri sesungguhnya telah menyikapi hal tersebut melalui pemberlakuan sebuah aturan. Yang di dalamnya, juga memuat soal jam buka, serta batasan desible yang diperkenankan. Tapi nyatanya, baru-baru ini muncul sebuah petisi soal kebisingan di Canggu.
Menyikapi itu, tentu dibutuhkan keberanian pemerintah untuk menerapkan law enforcement atau penegakan aturan. Ketegasan dan penguatan pengawasan, menjadi hal yang penting untuk dilakukan agar keduanya bisa berjalan secara beriringan. Pariwisata bergerak memberikan manfaat ekonomi, dan keseharian masyarakat juga tidak terganggu oleh suara ditimbulkan.
Kolaborasi Dinas Pariwisata dan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), adalah ujung tombak dari langkah singkronisasi itu. Supervisi, Monitoring, dan Evaluasi harus digiatkan, dengan berpijak pada kesamaan persepsi bersama. Ini adalah demi keberlangsungan destinasi itu sendiri.
Secara sosiologi kultural, perlu dilakukan harmonisasi perkembangan kepariwisataan dengan kondisi masyarakat setempat. Dan di sisi lain, Pemerintah juga wajib kiranya untuk lebih bijak meninjau regulasi yang ada. Perizinan diperketat, dan harus ada sosialisasi yang komprehensif di setiap munculnya kegiatan usaha. Karena Canggu harus tetap berkembang sebagai sebuah destinasi, tanpa harus menimbulkan gangguan kenyamanan kepada masyarakat. (*)
Penulis:
I Putu Roosevelt Goenamantha Shailendra (Mahasiswa Jurusan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Udayana)