KLUNGKUNG – Masyarakat Kabupaten Klungkung menunggu solusi dari pemerintah daerah terkait penanganan sampah. Sebab, saat ini sampah warga yang ditangani oleh pihak desa maupun ditangani langsung Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Klungkung belum tertangani secara maksimal.
Sejumlah desa yang sudah memiliki tempat pengelolaan sampah terpadu (TPST) kewalahan mengelola sampah warga.Antara mesin yang mereka miliki dengan volume sampah tidak sebanding sehingga setiap harinya ada sampah sisa menumpuk di lokasi TPST.
Diperparah oleh residu, dimana pihak desa tidak memiliki lahan yang cukup untuk menampung sampah residu. Sementara Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sente satu-satunya milik Pemkab Klungkug yang sempat melayani pembuangan sampah residu dari tiga kecamatan,Kecamatan Dawan, Klungkung dan Banjarangkan pengelolaannya juga masih ‘runyam’.
Ini setelah warga Desa Pikat beberapa kali melakukan protes ke pemerintah daerah. TPA Sente dinilai warga sudah overcapasitas, sampah meluber sampai ke perkebunan warga. Pemkab Klungkung sempat berjanji menutup TPA Sente sejak tahun 2017, namun sampai sekarang TPA belum ditutup. Warga Desa Pikat tetap melarang pembuangan sampah ke TPA Sente.
Di tempat lain, Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Gema Santi yang pada era pemerintahan Bupati Nyoman Suwirta mendapat penghargaan dari pemerintah pusat dan menjadi tempat studi tiru dari banyak daerah, kini kondisinya justru memprihatinkan. Dalam setahun ini, Pemkab Klungkung sepertinya gagal mengelola TOSS GemaSanti.
Pantauan wartabalionline.com di lokasi TOSS Gema Santi, Dusun Karangdadi, Desa Kusamba, Kecamatan Dawan, Jumat (24/1/2025), sampah menumpuk semua blok, blok, blok A, blok B dan blok C. Bahkan di luar blok, sampah plastik dan sampah organik yang belum diolah juga menggunung.
“Kami kewalahan mengelola sampah di sini,semenjak TPA Sente ditutup.Sampah yang masuk ke sini setiap harinya 26 ton lebih, dengan komposisi 50 persen sampah organik dan 50 persen sampah anorganik. Maksimal sampa yang bisa diolah dalam satu hari hanya 17 ton,” ungkap Desy, koordinator lapangan TOSS Gema Santi.
Kurangnya bebagai sarana prasarana serta sumber daya manusia (SDM) khususnya untuk tenaga pemilahan, menyebabkan penanganan sampah di TOSS Gema Santi belum bisa optimal.
Mengakibatkan sampah menggunung bahkan sampai-sampai kebun Hatinya PKK Kabupaten Klungkung yang ada di sekitar TOSS ikut kena imbas. Dipinggir kebun hatinya PKK menumpuk sampah yang sudah kering.
Persoalan sampah di Kabupaten Klungkung memang runyam. Tidak saja di TPA Sene,TOSS Gema Santi sampah menumpuk, penghasil sampah seperti Pasar Semarapura, Pasar Galiran, sampah juga menggunung. Informasinya pihak pengelola pasar sempat minta solusi kepada Penjabat (Pj) Bupati Klungkung I Nyoman Jendrika, tapi Jendrika belum bisa memberikan solusi. Sementara warga Kelurahan Semarapura Kauh mengeluhkan,Jumat (24/1/2025)sampah warga belum diangkut oleh petugas kebersihan.
Jendrika sempat berencana membangun TPA di Desa Timuhun,Kecamatan Banjarangkan. Namun rencana itu gagal sebelum diwujudkan. Terakhir, Jendrika berjanji segera melakukan proses pengadaan mesin incenerator dan pirolisis. Sehingga cepat dapat menerapkan sistem pengelolaan sampah berbasis termal yakni pengelolaan sampah menjadi bentuk yang ramah lingkungan.
“Kami sudah menyiapkan anggaran untuk penanganan sampah berbasis termal. Sehingga tidak ada sampah residu dibuang ke TPA. Saat ini sedang berproses,kalau kami diberikan kewenangan melakukan penunjukan langsung (penyedia jasa), sudah kami lakukan. Tapi kami tidak mau melanggar hukum,” tandas Jendrika saat menerima protes dari prajuru adat dan tokoh masyarakat Sente, Kamis (16/1/2025).
Sebelum lengser dari jabatannya sebagai Pj Bupati Klungkung dan sebelum mesin incenerator tiba,Jendrika bersama 50 pejabat di lingkungan Pemkab Klungkung menyempatkan diri mengadakan studi tiru pengelolaan sampah ke Kota Balikpapan, mulai Kamis (23/1/2025) hingga Sabtu (25/1/2025).
Namun kunjungan beramai-ramai itu menuai kritik pedas dari warganet, karena dianggap sia-sia dan tidak efektif. (yan)