BULELENG – Upaya penolakan terhadap eksekusi putusan Pengadilan Tinggi Denpasar No. 55/Pid.B/2024/PT. DPS tertanggal 31 Juli 2024, dilakukan Perbekel/Kepala Desa Sumberklampok Kecamatan Gerokgak, I Wayan Sawitra Yasa.
Selain putusan PN Singaraja No. 2/Pid.B/2024/PN.Sgr. tanggal 13 Juni 2024, putusan Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar No. 55/Pid.B/2024/PT. DPS. tanggal 31 Juli 2024 dan petikan Putusan Kasasi Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1664 K/Pid/2024 tanggal 16 Desember 2024, permohonan agar eksekusi sesuai surat panggilan terpidana No. B-190/N.1.11.3/Eoh.2/01/2025 tanggal 13 Januari 2025 terhadap Achmad Saini dan surat panggilan terpidana No. B-191/N.1.11.3/Eoh.2/01/2025 tanggal 13 Januari terhadap Mokhamad Rasad juga dilampiri antara lain putusan Paruman Agung Desa Adat Sumberklampok tentang penyelesaian insiden pembukaan portal saat Hari Raya Nyepi melalui Restoratif Justice.
“Intinya, kami mohon kepada Bapak Kajari Buleleng agar eksekusi penahanan selama 4 bulan sesuai putusan PT. Denpasar terhadap dua warga kami tidak dilaksanakan,” ungkap Wayan Sawitra Yasa usai menyerahkan surat di Kantor Kejari Buleleng, Senin (20/1/2025).
Sawitra Yasa didampingi sejumlah tokoh masyarakat Desa Sumberkelampok menegaskan melalui surat yang ditandatangani juga oleh Kelian Desa Adat Sumberklampok, Ta’mir Masjid Ainul Yaqin Desa Sumberklampok, PHDI Sumberklampok, BPD, LPM dan Perangkat Desa Sumberklampok serta Kelian Banjar Dinas se-Desa Sumberklampok, Kejari Buleleng diharapkan dapat mempertimbangkan pelaksanaan eksekusi demi terjaganya toleransi antar umat beragama serta ketentraman masyarakat.
“Kami tidak ingin pelaksanaan eksekusi dari proses hukum yang panjang, hingga turunnya putusan Mahkamah Agung yang menolak permohonan kasasi yang diajukan jaksa penuntut umum maupun warga kami sebagai terdakwa,” ungkapnya.
Permohonan juga kami ajukan setelah mencermati putusan PN Singaraja No. 2/Pid.B/2024/PN.Sgr yang menyatakan kedua terdakwa terbukti bersalah dan menjatuhkan pidana penjara masing-masing 6 bulan dengan penetapan pidana tidak usah dijalani atau hukuman percobaan.
“Hukuman ini juga telah dijalani dengan melaksanakan wajib lapor, sampai dengan turunnya putusan PT. Denpasar yang menjatuhkan hukuman pidana penjara masing-masing 4 bulan, dimana dalam amar putusan PT. Denpasar tidak disertai perintah penahanan,” terangnya.
Warga mulai resah, menurut Sawitra, setelah diterimanya surat panggilan terpidana No. B-190/N.1.11.3/Eoh.2/ 01/2025 dan surat panggilan terpidana No. B-191/N.1.11.3/Eoh.2/01/2025 dari Kejari Buleleng terhadap Achmad Saini dan Mokhamad Rasad.
“Kami terima suratnya tanggal 13 Januari 2025 dan atas permufakatan dengan warga serta kedua terpidana, kami mengajukan permohonan kepada Kajari Buleleng agar tidak melaksanakan eksekusi yang didasarkan pada putusan putusan MA dengan amar putusan, pada intinya berisi penolakan permohonan kasasi pemohon kasasi I (JPU), pemohon kasasi II (Achmad Saini) dan pemohon kasasi III (Mokhamad Rasad).
Putusan MA tersebut, sampai saat ini belum diterima kedua warga kami,” tandas Sawitra diapresiasi Kasi Intelijen Kejari Buleleng, Dewa Gede Baskara Haryasa.
Menurut Dewa Baskara yang juga Humas Kejari Buleleng, permohonan warga yang diterima bersama Kasi Pidum Kejari Buleleng segera diteruskan kepada Kejari Buleleng.
“Tapi sesuai prosedur hukum, kejaksaan sebagai pelaksana eksekusi putusan yang bersifat incrah dari proses peradilan, wajib melaksanakan putusan tersebut. Karena, apabila tidak dilaksanakan tentu akan menjadi pertanyaan bagi masyarakat luas juga, ada apa ? yang pasti mengarah penilaian negatif. Demi menjaga tegaknya hukum, pasti kita laksanakan, apabila tidak dilakukan upaya hukum lain, seperti peninjauan kembali,” pungkasnya. (kar/jon)