
DENPASAR – Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Bali mendesak DPRD Bali untuk segera memanggil Direksi PT Angkasa Pura Support Pusat atas Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sepihak terhadap Made Dodik Satriawan bersama 5 orang pekerja lantaran melskukan mogok lerja.
Padahal mogok kerja itu merupakan hak dasar bagi pekerja/serikat pekerja yang telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan Perundang-undangan yang berlaku.
Hal itu diungkapkan Sekretaris FSPM Regional Bali Ida Idewa Made Rai Budi Darsana saat menyampaikan permohonan perlindungan pekerja dengan Komisi IV DPRD Bali, di ruang rapat Gabungan DPRD Bali, Senin (18/3/2025).
Dalam pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi IV Nyoman Suwirta didampingi anggota Komisi IV dan dihadiri Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Bali Ida Bagus Setiawan.
Dalam pertemuan tersebut Sekretaris FSPM Regional Bali Ida Idewa Made Rai Budi Darsana menyampaikan kekecewaannya atas kinerja Pengawas Ketenagakerjaan dan telah mencoba untuk mengingatkan serta menasehati Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali lebih berhati-hati dalam menyatakan mogok kerja yang tidak sah. Hal itu dikarrnakan konsekwensinya sangat berat.
Menurut FSPM Reginional Bali Dinas Tenaga Kerja trlah salah menafsirkan terkait dengan bandara adalah perusahaan yang melayani kepentingan umum dan atau perusahaan yang jeni kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia.
Made Rai Budi Darsana mengatakan dalam pasal 139 Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud perusahaan yang melayani kepentingan umum dan atau perusahaan sejenis kegiatannya membahayakan keselamatan jiwa manusia adalah rumah sakit Dinas Pemadam Kebakaran, penjaga pintu perlibtasa kereta api, pengontrol pintu air, pengontrol arus lalu lintas udara dan pengontrol arus lalulintas laut.
Rai Budi Darsana menambahkan, Dinas Tenaga Kerja juga mengatakan permasalahan yang terjadi merupakan bentuk perselisihan Hubungan Industrial, padahal faktanya 6 orang pekerja ini sebelumnya diberikan skorsing akibat melakukan mogok kerja.
“Skorsing yang diberikan bukan merupakan perselisihan tetapi patut diduga sebagai sebuah pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan pasal 143 jo, pasal 185, pasal 144 jo dan pasal 187 yang merupakan tidak pidana ketenagakerjaan,” jelasnya.
Mendengar apa yang dibeberkan oleh Sekretaris FSPM Regional Bali, Ketua Komisi IV DPRD Bali Nyoman Suwirta berjanji untuk mengkomunikasikan persoalan ini dengan PT. Angkasa Pura Suport yang berpusat di Jakarta. Sebab, pihaknya juga sudah mempertegas menanyakan kepada 6 korban PHK ini, bahwa mereka semua masih ingin tetap bisa dipekerjakan kembali.
Pihaknya juga tidak menerima masa kerja yang sudah cukup lama tetapi ketika di PHK, masa kerjanya hanya diakui 3 tahun masa kerja. Hal ini menurut Suwirta jelas sudah tidak benar.
Olehkarenanya, tuntutan paling urgen point ke empat, mereka minta dipekerjakan kembali. Mereka telah memiliki sertifikat kompotensi dan sertikat tersebut susah dicari.
“Dengan pengalaman kami sebagai Bupati 10 tahun, berikan kami waktu untuk menyelesaikan persoalan ini, kami akan segera komunikasikan dengan PT. Angkasa Pura Support yang ada di pusat. Kalau dipanggil tidak datang, kami datang ke pusat atau pertemuan melalui zoom meeting,”janjinya.
Sementara Kadis Tenaga Kerja Provinsi Bali Ida Bagus Setiawan menyampaikan peraoalan ini muncul karena ada reaksi. Karena proses mediasi yang dilakukan di Dinas Tenaga Kerja di Kabupaten Badung tidak ada kata sepakat bermula dari ada kata projeck.
Bahwa Perkerja sudah bekerja ada yang dari tahun 2004 ada juga mulai dari 2013. Kemudian tahun 2013 ada perubahan manajemen pekerja yang sudah lama bekerja dijadikan sebagai pekerja out sourshing. Kebijakan ini berimbas pada pekerja karena kebijakan pusat.
“Untuk menyelesaikan persoalan ini perlu duduk bersama untuk memberikan jaminan terhadap masa kerja para pekerja,” ujarnya.
Tuntutan Federasi Serikat Pekerja Mandiri Regional Bali terhadap enam orang anggotanya yang di PHK;
1. Memanggil Direksi PT Angkasa Pura Support Pusat, atas pemutusan hubungan kerja sepihak karena Made Dodik Satriawan dan 5 orang pekerja lainnya hanya melaksanakan mogok kerja yang merupakan hak dasar bagi pekerja atau Serikat Pekerja dan telah memenuhi persyaratan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
2. Agar Disnaker Provinsi Bali mengevaluasi hasil investigasinya terkait aksi mogok yang dianggap tidak sah, karena tidak mencerminkan keadilan terhadap perlindungan pekerja yang di PHK.
3. Mendesak Pengawas Ketenagakerjaan untuk memberi sanksi ke perusahaan yang tidak membayarkan upah dan tidak memberikan peraturan perusahaan kepada pekerja, padahal status pekerjaan masih aktif karena masih dalam proses perselisihan.
4. Mendorong Pengawas Ketenagakerjaan untuk mendesak perusahaan agar mempekerjakan kembali pekerja dan memberikan hak-haknya secara penuh karena skorsing yang berujung pada PHK pertentangan dengan undang-undang yang berlaku.
5. Mendorong Pengawas Ketenagakerjaan untuk menindak atas indikasi terjadinya pemberangusan Serikat Pekerja melalui pemanggilan yang dilakukan oleh pihak perusahaan selama atau setelah mogok kerja serta melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap anggota dan pengurus Serikat yang melakukan mogok kerja yang sah.
6. Meminta Pengawas Ketenagakerjaan untuk bersikap objektif dan profesional dalam menjalankan fungsinya agar bisa memenuhi rasa keadilan bagi pekerja yang dirugikan oleh perusahaan. (arn/jon)