
DENPASAR – Dinas Kebudayaan Provinsi Bali menetapkan 22 sekaa, sanggar, komunitas atau kelompok seni, maupun yayasan hasil kurasi yang akan mengisi Rekasadana (pergelaran) dalam ajang Pesta Kesenian Bali ( PKB) ke -47 tahun 2025 mendatang.
Kepala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Prof. Dr. I Gede Arya Sugiartha mengungkapkan PKB ke- 47 tahun ini telah menerima hasil kurasi atau seleksi dari para kurator PKB 2025. “Tahun ini sebanyak 22 kelompok seni, sanggar, komunitas maupun Yayasan dinyatakan lolos seleksi, kepada sekaa seni yang telah lolos kurasi diberikan biaya jasa kesenian dan kebudayaan sebesar Rp. 35.000.000, “ kata Prof. Arya Sugiartha didampingi kurator PKB saat memimpin rapat bersama perwakilan sekaa di Kantor Disbud Bali, Senin (16/3/2025).
Pihaknya menegaskan kesiapan masing-masing Sanggar agar menggarap karya tetap mengacu pada tema yang tahun ini mengusung Jagat Kerthi.
Dikatakan, PKB XLVII Tahun 2025, dilaksanakan sebagai ajang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Bali, maka para sekaa dapat mengaktualisasi seni tradisi, klasik, kerakyatan, berbasis sebunan (lokalitas) dalam upaya mendukung Pemajuan Kebudayaan Nasional.
“ Kami mengajak kepada seluruh masyarakat Bali bersama-sama mendukung pelaksanaan PKB tahun ini,” ucapnya.
Pesta Kesenian Bali ke -47 Tahun 2025, mengusung Tema: Jagat Kerthi: Lokahita Samudaya (Harmoni Semesta Raya), dengan materi pokok terdiri dari: Peed Aya (Pawai), Rekasadana (Pergelaran), Utsawa (Parade), Wimbakara (Lomba), Kriyaloka (Lokakarya), Kandarupa (Pameran), Widyatula (Sarasehan), dan Adi Sewaka Nugraha (Penghargaan Pengabdi Seni), Jantra Tradisi Bali, dan Bali World Culture Celebration (BWCC) / Perayaan Kebudayaan Dunia di Bali, akan dilaksanakan tanggal 21 Juni s.d 19 Juli 2025 di Taman Budaya Provinsi Bali.
Sementara itu, Kurator PKB ke- 47 Prof. DR. I Made Bandem menegaskan kepada para seniman atau sanggar yang terpilih untuk benar-benar mengembalikan pakem karya yang akan digarap. Ada kesenian Wali yang sakral jangan dibawa ke Taman Budaya, silakan buatkan garapan kesenian sakral yang telah ditranformasikan secara kebaruan.
“Intinya seni tradisi memiliki pakem. Pakem gambuh, topeng, wayang, kita kembalikan dan hidupkan lagi, konteksnya harus sesuai dengan tema mulai cerita dengan mengangkat lokalitas. Kalau cerita gambuh ceritanya bisa memgambil panji, tapi tetap masukan pituah -pituah tentang Jagat kerti,” ucap Prof. Bandem.
Ia mengingatkan dalam pola pengarapan juga memperhatikan keutuhan adegan atau kalau dalam seni barat dikenal pembabakan. Misalnya kesenian gambuh, arja disitu ada cerita sejarah, ada cerita perang, sedih, magis dan pembabakan itu sudah diwariskan oleh seniman kita dengan hebat sekali, begitupula dalam penokohan beberapa peran di kesenian arja ada yang kurang diangkat lagi semisal patih pengrancab bisa dimunculkan kembali, dan gaya tari, kalau wayang wong tetap gaya klasik Wayang wong, gambuh juga sama, kembalikan ke pakem, yang paling pokok vokal juga diperhatikan itu menjadi kehebatan seniman zaman dulu. ” pungkasnya. (sur)