
GIANYAR – Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri menggerebek gudang pengoplosan LPG subsidi di Banjar Griya Kutri, Desa Singapadu Tengah, Kecamatan Sukawati, Kabupaten Gianyar, Selasa (4/3/2025).
Dalam penggerebekan itu, polisi menyita ribuan tabung gas berbagai ukuran dan menetapkan empat orang sebagai tersangka.
Kepala Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri, Brigjen Nunung Syaifuddin, Selasa (11/3/2025) menyebut keempat tersangka berinisial GC, BK, MS, dan KS.
Mereka diduga melakukan penyalagunaan LPG bersubsidi dengan cara mengoplos LPG tabung 3 kg bersubsidi ke tabung 12 kg dan tabung 50 kg.
Modus operandinya, tersangka membeli LPG 3 kg subsidi masih berisi atau masih penuh dan tabung 12 kg serta 50 kg kosong. “Mereka melakukan pengoplosan di gudang yang dibantu oleh beberapa karyawan,”ujar Brigjen Nunung Syaifuddin kepada wartawan.
Polisi menyita barang bukti berupa 1.616 tabung LPG gas 3 kg, 123 tabung LPG gas 12 kg, 480 tabung LPG gas 12 kg, 94 tabung LPG gas 50 kg, dan beberapa kendaraan yang digunakan untuk mengangkut LPG hasil oplosan.
Brigjen Nunung Syaifuddin menegaskan, pengungkapan ini berdasarkan informasi masyarakat kelangkaan gas LPG 3 kg alias gas melon di Provinsi Bali.
“Mendapat informasi, kami melakukan penyelidikan,”tegasnya.
Petugas mendapat informasi adanya pengoplosan LPG di wilayah Desa Singapadu Tengah, kemudian dilakukan penggerebekan.
Tersangka BC merupakan owner dari tindak pidana penyalahgunaan migas ini.
“BC selaku pemilik membeli tabung gas melon yang terisi penuh, dan tabung 15 kilogram dan 50 kilogram dalam kondisi kosongan. Lalu isi dari tabung gas melon ini dimasukkan ke tabung besar tersebut, dan dijual di seputaran Gianyar,” beber Nunung.
Dari usaha ilegal ini, BC mendapat keuntungan mencapai Rp 650 juta per bulan.
“Keuntungan dari usaha yang merugikan masyarakat dan negara ini Rp 650 juta per bulan. Mereka sudah beroperasi sejak empat bulan lalu,” ujarnya.
Para tersangka dijerat Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sebagaimana telah diubah dengan Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Ancaman pidana yang dihadapi oleh para tersangka adalah pidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp 60 Miliar.
“Kami berkomitmen akan terus melakukan penegakan hukum terhadap tindak pidana yang berkaitan dengan barang-barang yang disubsidi oleh pemerintah, ” tandasnya. (jay)