GIANYAR – Tradisi akultarasi budaya Bali-Tionghoa ratusan tahun masih ajeg dalam perayaam imlek di Vihara Amurva Bhumi Blahbatuh, Gianyar. Seperti tampak saat perayaan Tahun Baru Imlek Tahun 2025, Rabu (29/1).
Akulturasi budaya yang terjadi sejak umat Tionghoa baru memasuki area Vihara. Umat tampak membawa, menyiapkan lalu menghaturkan canang dan sajian jajan dan buah-buahan di sejumlah pelinggih termasuk di dalam Vihara yang berstana Dewa Bumi. Setiap umat yang akan memasuki Vihara utama, diperciki air suci terlebih dahulu oleh pengelola yang bertugas.
Ketua Pengelola Vihara Amurva Bhumi Blahbatuh Ari Wijaya mengatakan akulturasi budaya Bali-Thionghoa ini sudah diwarisi secara turun temurun. “Setiap tahun sekitar Bulan September di bulan Purnama kami juga biasa melaksanakan piodalan di Vihara. Karena memang dari awal sudah ada beberapa pelinggih disini,” jelasnya. Rangkaian piodalan juga digelar pecaruan. “Sama seperti di Pura,” ujarnya.
Menurutnya hal ini bisa terjadi karena adanya kesamaan pemahamam konsep terhadap ketuhanan itu sendiri. “Mungkin konsep ketuhanan orang Bali dan Tionghoa itu sama, sehingga tradisi ini pun masih ajegb hingga detik ini,” ujarnya.
Pada perayaan Imlek kali ini seperti biasanya ribuan umat silih berganti datang melakukan persembahyangan. Tidak ada tahapan khusus yang harus dilakukan. Persembahyangan dilakukan secara mandiri oleh umat yang datang. “Imlek merupakan tradisi turun temurun yang dirayakan oleh warga Tionghoa setiap tahun, di musim semi. Ribuan umat datang silih berganti dari pagi sampai malam, umat datang dari seluruh Bali,” jelasnya. Persembahyangan, umat Tionghoa menggunakan pakaian nuansa merah melambangkan kebahagiaan suka cita. Setelah sembahyang biasanya mereka melanjutkan berkunjung ke sanak saudara.
Disela-sela itu, dipentaskan Barong Sai yang berkeliling menyapa umat terutama yang mengajak anak-anak. “Barong Sai dimaknai sebagai kebahagiaan, kekuatan, diyakini dapat menusir aura negatif,” jelas Ari Wijaya. (jay)