BULELENG – Jenasah Nur Hayati (40), Rabu (8/1/2025) sore telah tiba di rumah duka, Desa Gitgit Kecamatan Sukasada. Kedatangan jenasah Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang meninggal dunia di Malaysia pada malam pergantian Tahun 2024 menuju tahun 2025 ini, tak pelak membuat suaminya Komang Suwinten (40) dan ke 8 anak almarhum berlinang air mata.
“Saya tidak tau harus bagaimana, harus laporan kemana, karena memang sudah lama, istri saya tidak mau mengulang lagi apa yang saya alami dimasa yang lalu,” ungkap Suwinten setibanya di Rumah Duka, Desa Gitgit Kecamatan Sukasada bersama jenasah istri tercinta, Nur Hayati.
Suwinten yang tak kuasa menahan duka mengungkapkan, tidak kuasa menahan keinginan istrinya yang diketahui sakit-sakitan bekerja ke luar negeri untuk memperbaiki kehidupan keluarga.
“Mungkin sudah nasib saya, makanya saya ingin buru-buru mendatangkan jenasah istri saya, karena meninggalnya tanggal 31 Desember 2024 dan saya baru tahu tanggal 4 Januari 2025, itupun tahunya dari anak saya melalui medsos,” ungkapnya.
Ia menyebutkan sudah ‘lost contact’ dengan istrinya sejak berangkat kerja keluar negeri satu setengah tahun yang lalu melalui agen pemberangkatan PT. Sugih Jaya Sentosa yang beralamat di Kabupaten Kediri Jawa Timur.
“Karena saya selaku suaminya, saya berusaha bertahan, karena anak-anak banyak, 8 orang, yang paling besar 23 tahun dan yang paling kecil 3 tahun, ini keberangkaran pertama dan terakhir,” terangnya.
Karena dalam keluarga ada dua agama, Suwinten berharap kedatangan jenasah istrinya dipercepat sehingga bisa dilihat oleh semua anaknya, dan segera dimakamkan sesuai dengan agama yang dianutnya.
“Memang disana sudah dimandikan, di sholatin, di kafanin ya, saya bersyukur karena pasti doa mereka kepada tuhan. Ndak masalah bagi saya, yang penting jenasah saya sudah disini. Masalah waktunya, sesuai dengan adat Bali masih ditanyakan kepada penua adat, atau kelian adat, kita harus cari hari baik untuk diupacarai berupa apa,” terangnya.
Namun demikian, karena adat keturunannya tidak menggunakan api, maka tidak mungkin melakukan kremasi atau ngaben.
“Sesuai adat turun temurun, jenasah istri saya akan dikubur, tinggal menunggu hari baik dari klian adat,” pungkasnya. (kar/jon)