BULELENG – Pimpinan DPRD Kabupaten Buleleng menyikapi serius aspirasi Eksponen Masyarakat Buleleng (EMB) terkait kasus dugaan pensertipikatan tanah negara bebas di Kawasan Suci Bukit Ser, Banjar Dinas Yeh Panas Desa Pemuteran Kecamatan Gerokgak.
Selain telah meninjau lokasi, pimpinan dewan juga melakukan kunjungan kerja ke Kantor Pertanahan (Kantah) Kabupaten Buleleng untuk meminta informasi terkait ketentuan permohonan tanah negara bebas serta kronologis terbitnya sejumlah Sertipikat Hak Milik (SHM) diatas tanah negara yang sempat dikuasai dan dimohon Desa Adat Pemuteran untuk Pelabe Pura Segara.
“Kita menyampaikan beberapa pertanyaan tentang bagaimana permohonannya ditolak, terus meloloskan yang 5,4 hektar, jawaban dari Pak Aryasa selaku Kasi Penetapan Hak dan Pendaftaran adalah semua benar permohonannya,” tandas Ketua DPRD Buleleng, Ketut Ngurah Arya usai pertemuan di Aula Kantor Pertanahan Kabupaten Buleleng, Jumat (3/1/2024).
Ngurah Arya didampingi Wakil Ketua DPRD Buleleng Nyoman Gde Wandira Adi, Made Widana dan Made Jayadi Asmara serta Ketua Komisi I DPRD Buleleng Luh Marleni menegaskan pihak BPN tidak mungkin memanipulasi permohonan, data dan sebagainya.
“Berarti riil adanya pak, tidak ada yang berbeda. Kita cuman sampaikan kepada kepala kantor, karena bukti-bukti fisik tentang permohonan yang ditolak, itu harus ditelusuri juga kenapa ditolak. Adaikata memang permohonannya berdasarkan apa yang menjadi aturan agraria benar, kenapa ditolak kan begitu. Belum bisa dijawab karena memang beliau harus ngecek data-data kenapa ditolak,” tegasnya.
Intinya, menurut Ngurah Arya pihaknya akan mengajak Kepala Kantor Pertanahan (Kakantah) Buleleng ke lapangan untuk melihat data dan fakta reel di lapangan.
“Dengan melihat reel di lapangan, dasar penolakan apakah karena kemiringan tanah dan sebagainya,kenapa permohonan yang 34 hektar dan 12 hektar kenapa lolos bisa disampaikan,” terangnya.
Ia juga menegaskan, Pimpinan Dewan dan Komisi I DPRD Buleleng tidak sekedar bicara, tapi datang dengan membawa data dan fakta hukum untuk disampaikan.
“Karena, masalah tanah tidak cukup dengan saksi-saksi, yang penting adalah bukti untuk kita bisa tunjukkan, agar nantinya reel. Dan kita juga mengingatkan, tidak perlu kita berjuang, kalau tadi hanya disampaikan dua SPPT, tapi secara keseluruhan 12 dan 34 hekter, apakah tanah yang dimohon itu boleh atau tidak,” tegasnya.
Ngurah Arya juga mengapresiasi opsi mediasi yang ditawarkan Kantah Buleleng untuk menyelesaikan persoalan adanya SPPT yang dinyatakan hilang.
“Ada orang atau kelian adat dulu memperjuangkan tanah itu, tetapi tidak berhasil, sekarang diperjuangkan orang lain berhasil. Berarti ada kronologi bahwa dia pernah menguasai tanah itu,inilah yang dimediasi. Mungkin setelah dimediasi agar tidak berproses secara hukum, ya akan dibagi mungkin kan begitu,” tandas Ngurah Arya dibenarkan Wayan Budayasa.
Selaku Ka Kantah Buleleng, Budayasa menegaskan mediasi diupayakan untuk memastikan tidak ada permasalahan lokasi tersebut. (kar/jon)