BADUNG – Seorang pria Libya berinisial HMSA (31) dideportasi Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, pada Senin (16/12/2024). Tindakan Administratif Keimigrasian (TAK) tersebut dikenakan setelah selama 45 hari sempat mendekam di Polsek Kuta Utara karena terlibat kasus penganiayaan.
Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita menerangkan, HMSA adalah Warga Negara Asing (WNA) pemegang Izin Tinggal Sementara (ITAS) Investor dengan masa berlaku hingga 21 Maret 2025. HMSA terlibat dalam tindak pidana penganiayaan terhadap seorang warga negara Rusia berinisial GM, pada 30 Oktober 2024 di sebuah restoran wilayah Tibubeneng, Kuta Utara.
Peristiwa bermula saat korban sedang berada di toilet restoran, sekitar pukul 04.00 wita. Ketika itu, HMSA tiba-tiba memaksa masuk dan menyerobot antrean toilet, serta melontarkan kata-kata kasar kepada korban.
Ketegangan semakin memuncak saat keduanya terlibat adu argumen di dalam toilet. HMSA yang marah, sempat melemparkan gelas kaca ke arah korban, namun berhasil dihindari. Setelah insiden tersebut, petugas keamanan restoran meminta keduanya keluar dari area tersebut.
Di luar, HMSA bersama seorang temannya kembali menghampiri korban dan melontarkan kata-kata kasar, serta kata-kata hinaan lainnya. Tanpa diduga, HMSA secara tiba-tiba mengeluarkan pisau dan menusuk dada kiri korban sebanyak satu kali.
Akibat kejadian tersebut, korban mengalami luka robek yang memerlukan 12 jahitan untuk menanganinya. Korban kemudian segera melaporkan kejadian ke Polsek Kuta Utara untuk diproses lebih lanjut secara hukum.
Atas tindakannya, HMSA sempat mendekam selama 45 hari di Polsek Kuta Utara untuk dilakukan penyidikan lebih lanjut. Namun kasus akhirnya diselesaikan melalui mekanisme restorative justice, setelah HMSA dan GM sepakat berdamai disusul terbitnya Surat Penghentian Penyidikan (SP3) oleh Polsek Kuta Utara pada 9 Desember 2024.
Berdasarkan surat rekomendasi deportasi dari Kepolisian kepada Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, HMSA dikenakan sanksi administratif keimigrasian atas pelanggaran Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang No 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian Jo Pasal 351 KUHP mengenai penganiayaan.
Dudy menegaskan, deportasi merupakan langkah penting untuk menjaga keamanan dan ketertiban di Bali, serta memastikan bahwa Indonesia tidak menjadi tempat berlindung bagi individu yang terlibat dalam tindakan kriminal.
“Kami akan terus bekerja sama dengan pihak berwenang dan lembaga terkait lainnya untuk menegakkan hukum, terutama dalam menjaga ketertiban umum dan integritas Indonesia,” ujar Dudy sembari mengabarkan bahwa HMSA dideportasi melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai pada 16 Desember 2024 dengan pengawalan ketat petugas Rudenim Denpasar. (adi,dha)