BADUNG – Kuta menjadi kecamatan dengan tingkat partisipasi pemilih terendah dalam Pemilukada 2024 di Kabupaten Badung. Berdasarkan data dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) Badung, persentasenya hanya 62%, baik untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur (PGWG) maupun Bupati dan Wakil Bupati (PBWB).
Di wilayah Kecamatan Kuta, ada 78 Tempat Pemungutan Suara (TPS) dengan jumlah Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebanyak 43.020. Untuk pengguna hak pilih PGWG-nya, berjumlah 26.914 atau 62,50%. Sementara untuk pengguna hak pilih PBWB sebanyak 26.909 atau 62,49%. Sehingga jika dirata-ratakan, maka partisipasi pemilih dalam PGWG dan PBWB, berada pada angka 62,50%.
Selain Kuta, Kecamatan Kuta Selatan juga merupakan wilayah dengan angka partisipasi di bawah 70%. Di Kuta Selatan, total terdapat 162 TPS dengan jumlah DPT sebanyak 92.021. Untuk pengguna hak pilih pada PGWG, berjumlah 59.175 atau 64,18%. Sedangkan untuk di PBWB, sebanyak 59.201 atau 64.19%. Sehingga jika keduanya dirata-ratakan, partisipasinya berada pada angka 64,19%.
Ketua KPU Badung, I Gusti Ketut Gede Yusa Arsana Putra mengakui capaian partisipasi di dua kecamatan tersebut memang terbilang rendah jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan lain di Badung. Karena di empat kecamatan lainnya, angkanya masih berada di atas 70 persen. Dengan rincian yakni Kuta Utara 74,49%, Mengwi 86,52%, Petang 87,13%, dan Abiansemal 89,45%. “Kalau di Kabupaten Badung pada umumnya tingkat partisipasinya mencapai 77,03%,” sambung Yusa.
Berdasarkan pengamatan pihaknya, penurunan drastis terjadi pada dua wilayah kelurahan. Yakni Tuban (Kecamatan Kuta) dengan persentase 48%, dan Jimbaran (Kecamatan Kuta Selatan) dengan persentase 52%. “Jadi kalau bicara kelurahan/desa, Tuban memang terendah,” sambungnya.
Menurut Yusa, ada banyak faktor yang disinyalir mempengaruhi rendahnya partisipasi pada Pemilukada 2024 di Kabupaten Badung. Pertama, adalah tidak maksimalnya penentuan pemilih berdasarkan asas de yure.
Hal tersebut kemudian berkaitan pula dengan faktor lainnya yakni penyebaran C6 atau C Pemberitahuan yang tidak dapat dilaksanakan secara maksimal akibat singkatnya waktu. “Di masyarakat masih ada pemikiran bahwa kalau tidak dapat C Pemberitahuan, walaupun sudah diberi tahu bisa melalui cek DPT online, mereka rada-rada ogah untuk hadir ke TPS. Karena mereka merasa haknya sebagai warga negara tidak terlayani dengan sama,” ungkapnya.
Selain itu, rendahnya partisipasi juga dirasa dapat dipengaruhi oleh aktivitas masyarakat. Seperti para pekerja pariwisata, yang tidak serta merta dapat izin libur di hari pencoblosan. “C6 rata-rata baru bisa turun H-3. Padahal idealnya itu sudah bisa turun dan disebarkan mulai H-14. Sehingga masyarakat bisa lebih nyaman mengatur waktunya,” ungkapnya.
Atas kondisi tersebut, di wilayah Kuta dan Kuta Selatan rata-rata hanya 60% C6 yang dapat terdistribusikan. Sementara di Kuta Utara, rata-rata 70%, dan di Badung Utara itu di atas 90%.
Bukan hanya itu, faktor calon juga dirasa memberikan pengaruh. Seperti pada Pemilihan Legislatif, yang mana calon anggota legislatif secara aktif turun mengajak masyarakat untuk menggunakan hak suaranya. Mengingat mereka memang berkepentingan untuk mendapat banyak suara.
Lebih lanjut, Yusa juga sempat membeberkan persentase partisipasi masyarakat dalam Pemilukada dari masa ke masa. Mulai dari tahun 2005 sebanyak 82,32%, 2010 sebanyak 73,95%, 2015 sebanyak 68,34%, 2020 sebanyak 84,06%, dan 2024 sebanyak 77,03%. (adi,dha)