DENPASAR- Kementerian Kebudayaan menyelenggarakan acara “Temu Budaya Subak” pada Senin (11/11/2024) di Universitas Udayana (Unud), Bali. Tujuannya, untuk merumuskan road map penyelamatan subak di Bali yang telah menjadi Warisan Budaya Dunia.
Terkait hal itu, budayawan Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati yang juga Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Bali menekankan, pentingnya upaya untuk mensejahterakan petani sebagai pelaku budaya subak. “Selama petani belum sejahtera, maka alih fungsi lahan pertanian itu akan sulit diatasi,” ujarnya.
Dia menekankan, saat ini penghasilan dari pertanian jauh di bawah penghasilan dari pariwisata.
Situasinya menjadi lebih sulit karena kesan bahwa petani identik dengan profesi yang kotor dan terbelakang sehingga anak-anak muda tidak tertarik untuk melakoninya. Dari sisi penghasilan, Wakil Gubernur Bali 2018-2023 itu pernah menghitung bahwa hasil panen petani di Bali rata-rata menghasilnya Rp36 juta per hektar setiap panen dengan waktu produksi 4 bulan.
“Penghasilan itu belum dipotong ongkos produksi, sehingga pendapatan per bulannya sangat kecil,” katanya. Apalagi bila dibandingkan dengan pekerja pariwisata. Realitanya, kata dia, para petani dan sektor pertanian berada di persimpangan jalan.
Selain harus dibantu dengan berbagai program pemerintah, menurutnya, kawasan pertanian dan khususnya subak juag harus dkelola sebagai daerah tujuan wisata. Sehingga, lanjut dia, akan terjadi subsidi silang dan mensejahterakan petani. “Bisa dikelola seperti Desa Ubud yang memiliki monkey forest dan memiliki penghasilan miliaran rupiah dari kunjungan wisatawan,” sebutnya memberi perbandingan.
Sementara itu Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan Irini Dewi Wanti menyatakan, kesejahteraan petani tentu akan menjadi tujuan yang penting sebagai bagian dari untuk penyelamatan subak yang telah menjadi Warisan Budaya Dunia (WBD). Kehadiran pemerintah melalui Kementerian Kebudayaan adalah sejalan dengan visi misi tentang swasembada dan ketahanan pangan.
Road map diharapkan dapat menjadi landasan bersama lintas kementerian maupun dengan pemerintah daerah, baik di tingkat Provinsi Bali maupun lima kabupaten yang menjadi bagian dari lanskap budaya subak. Yakni, Tabanan, Gianyar, Bangli, Badung dan Buleleng. Dalam cakupan status warisan budaya dunia terdapat serial lima lokasi situs, yaitu Pura Ulun Danu, Danau Batur, Lanskap Subak DAS Pakerisan, Lanskap Subak Caturangga Batukaru, dan Pura Taman Ayun. “Tentunya road map juga akan menjadi dasar bagi partisipasi berbagai komponen masyarakat lainnya seperti akademisi, seniman, kalangan petani, dan yang lainya,” sebutnya.
Sejumlah tokoh menjadi narasumber dalam kegiatan ini. Selain, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati (PHRI Bali), pembicara lainnya adalah Gede Sedana (Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Bali), Moe Chiba (Perwakilan UNESCO), I Made Sarjana (Ketua Lab. Subak dan Agrowisata, Fakultas Pertanian Universitas Udayana) dan perwakilan dari Komunitas Petani Muda Keren. (sur)