TABANAN – Putu Yudi Apriadi, 29 tahun , tak pernah membayangkan kalau dirinya akhirnya bekerja jauh dari tanah kelahirannya sebagai pekerja migran Indonesia (PMI) di Jepang. Usai menuntaskan pendidikan Vokasi Keperawatan 2021.
Yudi, demikian akrab disapa, pernah minder untuk mencari pekerjaan tetap di sejumlah perusahaan seperti rumah sakit atau klinik di Bali. Bahkan, ia sempat bekerja sebagai tenaga perawat kesehatan di beberapa klinik, hingga menjadi perawat panggilan 24 jam atau homecare. Dari pekerjaan sebagai perawat pribadi, Yudi sempat diboyong hingga ke Jakarta. Pengalaman membuat Yudi merasa ingin menggapai pekerjaan lebih baik, dan akhirnya terlintas dalam impiannya untuk mencari peluang pekerjaan ke luar negeri.
Lantas peluang mendapat tawaran bekerja di luar negeri pun akhirnya ia pilih sesuai skil atau keahlian yang dimiliki, yakni bekerja merawat lansia di Jepang. Pertimbanganya, tentu termotivasi juga dengan penghasilan yang tinggi. Disamping standar gaji yang memadai, Yudi bertekad mencari pengalaman baru di negeri Sakura.
Yudi merasakan betul bekerja di Jepang dengan tingkat kedisiplinan yang tinggi menjadi pengalaman berharga untuk dirinya. “Lulusan vokasi memiliki peluang besar untuk mendapatkan kesempatan ke Jepang, jadi sesuai bidang yang saya miliki yaitu keperawatan, saya coba melamar secara mandiri dan mengikuti proses kelengkapan izin bekerja, akhirnya saya diterima di salah satu lembaga yang mengurus lansia atau orang-orang jompo, “ kata Yudi saat diwawancarai ketika liburan di kampungnya di wilayah Tabanan belum lama ini.
Kini lulusan D3 Akper Kesdam IX Udayana ini telah bekerja di Jepang hampir 2,5 tahun bersama sang istri yang juga memiliki satu profesi di bidang vokasi keperawatan dari Bali. Suka duka selama bekerja di Jepang tentu Ia alami. Yudi sangat senang dan menikmati pekerjaannya sekaligus telah merasakan pengalaman di negeri matahari terbit itu.
“Kalau sukanya lebih ke diri sendiri, seperti ada rasa senang bisa membantu lansia dalam melakukan aktivitas sehari-hari sedangkan susahnya ya pertama masalah bahasa karena faktor usia para lansia ngomongnya kurang jelas, kedua lansia yang pikun susah dikasih tahu tapi tidak mengerti, ketiga pas jaga malam harus jaga sendiri dengan jumlah pasien 20 orang,” akunya.
Yudi satu diantara ribuan pekerja asal Bali yang memilih bekerja di luar negeri dengan bekal keahlian yang dimilikinya. Terutama peluang lulusan vokasi sebagai salah satu alternatif, untuk mendapatkan pekerjaan sesuai dibidangnya.
Jepang negara yang super sibuk sedang mengalami kekurangan tenaga kerja terutama di bidang hospitality. Berdasarkan data ANC Japan Co.Ltd, salah satu perusahaan yang bekerjasama dengan lembaga Penempatan Pekerja Migran Indonesia (P3MI) menyatakan, Jepang mengalami krisis tenaga kerja, dimana penurunannya hingga 20 persen.
Saat ini Jepang membuka peluang pekerjaan di 18 sektor diantaranya keperawatan, pertanian, mengelola makanan, building maintenant dan lainnya. “Namun yang paling banyak membutuhkan tenaga kerja dominan di bidang vokasi perawat, restoran dan hotel,” papar Ketut Budiana Wakil dari PT Detail Training Center, yang merupakan salah satu lembaga pelatihan tenaga kerja di Bali.
Terkait P3MI ke Negara Jepang, Komisaris PT Kebun Teknologi Indonesia, Indra Kusuma Nasution juga mengungkapkan sejak tahun 2004 hingga diperkirakan tahun 2028, Jepang membutuhkan tenaga kerja hingga 820.000 orang. Kekurangan tenaga kerja tersebut meliputi 18 bidang seperti tenaga perawat, perhotelan, perkebunan dan lain sebagainya. “Nah, kita tak bisa sendirian, sehingga berkolaborasi ke seluruh Indonesia,” kata Indra ketika berada di Bali belum lama ini.
Menurutnya penting kolaborasi itu dengan mengajak teman-teman di Lembaga Pelatihan (LP), SMK dan perguruan tinggi seperti di Bali untuk belajar Bahasa Jepang. “ Kami dengan LPK di Bali mulai bekerjasama berkolaborasi untuk melatih calon pekerja bahasa dan budaya Jepang, sebelum bekerja di Jepang,” ujarnya.
Gemilang di Luar Negeri, Redup di Daerah Sendiri
Sementara itu masifnya pekerja Bali memilih bekerja di luar negeri, belum sebanding dengan peluang pekerja lulusan vokasi yang berkiprah di daerah sendiri. Alasannya jelas masalah pendapatan dan peluang kerja di daerah belum merata.
Hal ini disebabkan beberapa hal diantaranya UMP/ UMR yang masih rendah, kemudian dominansi atau ketergantungan pada sektor pariwisata masih tinggi serta identifikasi kesenjangan kompetensi dan adanya kurikulum vokasi yang belum sejalan dengan pemetaan potensi industri yang ada di kawasan tersebut.
Ketua tim Konsorsium Ekosistem Kemitraan untuk Pengembangan Inovasi Berbasis Potensi Daerah Bali Dr. Ni Nyoman Sri Astuti, SST.Par., M.Par. dalam penelitiannya menyebutkan banyak peluang lulusan soft skill di Bali memilih bekerja di luar negeri seperti kapal pesiar, perhotelan, perkebunan dan sebagainya.
Hal ini berdampak pada peluang pekerjaan di dalam negeri atau daerah sedikit kurang diminati. Namun demikian, Sri Astuti menyatakan secara makro ekonomi Bali selain mengandalkan sektor pariwisata, maka sektor pertanian menjadi kunci daya tahan ekonomi Bali kedepan lebih terjaga.
“Saat pandemi melanda dunia, pariwisata Bali hancur lebur, semua industri pariwisata tiarap, justru ekonomi Bali terselamatkan karena banyak para pekerja pariwisata di Bali beralih ke sektor pertanian, ini bukti Bali kedepan memiliki peluang yang cukup besar menggarap sektor pertanian dengan menyiapkan sumber daya manusia yang memadai, Bali tidak boleh mengandalkan satu sektor saja,” ungkapnya.
Bicara tenaga kerja di Bali dari lulusan vokasi, dalam penelitian Tim Konsorsium Ekosistem Kemitraan untuk Pengembangan Inovasi Berbasis Potensi Daerah Bali mendapatkan tingkat pengangguran vokasi di Bali mengalami penurunan dari 4,8 persen ke 3, 26 persen, data tahun 2023 pasca pandemi Covid -19.
Artinya serapan tenaga kerja dari lulusan vokasi cukup baik terutama lulusan diploma. Hal ini peluang bagi lulusan vokasi tidak mesti bekerja ke luar negeri, tapi menjanjikan tata kelola yang baik di dalam negeri. “Yang perlu diperhatikan bagaimana pemerintah mengambil sikap langkah -langkah yang strategis seperti UMR tidak lagi rendah, Pengembangan potensi lainya seperti pertanian, perikanan dan yang lainya bisa serius digarap,” ungkapnya.
Begitu pula bila berdasarkan PDRB Bali diperkirakan mengalami peningkatan investasi di berbagai sektor baik sektor pertanian, pariwisata , infrastruktur maka sangat signifikan, nilai investasi tahun 2020 sebesar Rp 45 Triliun akan tumbuh menjadi Rp176 triliun di tahun 2050.
Sri Astuti menyebut pertumbuhan tingkat tenaga kerja lulusan vokasi tahun 2020 mencapai 522.702 jiwa (21 persen) yang diperkirakan akan naik 34 persen atau 1 juta jiwa di tahun 2050. “Selain pengembangan pariwisata berkelanjutan, Bali lebih serius menggarap ekonomi kreatif, industri pertanian dan digital, faktor pendorongnya adalah berkembangnya digitalisasi dan otomatisasi dan transformasi vokasi kolaborasi industri akan terjadi,” pungkasnya. (sur)