DENPASAR – Perbekel Bongkasa I Ketut Luki (59) menyandang status tersangka dan ditahan di Polda Bali.
Tersangka terjaring operasi tangkap tangan (OTT) Tim Subdit III Direktorat Reskrimsus Polda Bali usai menerima fee Rp20 juta dari proyek pembangunan pura yang anggarannya sekitar Rp2,5 miliar.
Kasus ini dirilis Kasubdit III/Tipidkor AKBP M. Arif Batubara, Rabu (6/11/2024). Tersangka I Ketut Luki mengenakan baju tahanan dan kedua tangannya diborgol dihadirkan ke awak media.
AKBP M. Arif Batubara mengungkapkan, penangkapan tersangka dilakukan, Selasa (5/11/2024) sekitar pukul 10.25 WITA di area Puspem Badung. Polisi menyita barang bukti di antaranya uang Rp20 juta pecahan Rp100.000 di saku kanan celana panjang yang dipakainya dan uang Rp370.000 di saku baju, serta sebuah handphone.
Terungkapnya berdasarkan informasi masyarakat tersangka meminta presentase fee kepada kontraktor penyedia yang berasal dari pencairan termin dana APBDesa tahun 2024 (BKK Kabupaten Badung).
“Dana ini untuk pengerjaaan konstruksi pembangunan pura di Desa Bongkasa, Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung,”ungkap M. Arif Batubara didampingi Kabagbinopsnal Dit.Reskrimsus AKBP Ni Nyoman Yuniartini.
Setelah dilakukan penyelidikan, tersangka meminta fee proyek tersebut untuk segera diserahkan dan dibawa ke Puspem Badung. Ia menghampiri seseorang di area parkir utara. Sesaat setelah menerima uang fee dan dimasukkan ke saku celana, I Ketut Luki ditangkap.
Menariknya, penangkapan I Ketut Luki seusai menghadiri undangan sosialisasi dan penilaian implementasi indikator kabupaten/kota anti korupsi oleh Deputi Bidang Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dihadiri seluruh Perbekel se Kabupaten Badung dan Kepala OPD.
Dari lokasi penangkapan, I Ketut Luki dibawa ke ruang kerjanya di Kantor Perbekel Desa Bongkasa. Polisi mengamankan dokumen pengajuan, realisasi, dan pertanggungjawaban sehubungan dengan APBDesa Bongkasa 2024.
Rumah tersangka di Banjar Tanggayuda, Desa Bongkasa, juga ikut digeledah dan polisi menyita barang bukti terkait aset milik tersangka.
“Jadi, modus tersangka tidak segera memproses pengajuan termin yang diajukan oleh kontraktor dengan cara menunda penandatanganan Surat Perintah Pembayaran (SPP) dan tidak melakukan autorisasi pada Sistem Informasi Bank Bali (IBB) sebelum ada kesanggupan dan kesepakatan untuk memberikan fee sehingga dana termin yang diajukan oleh kontraktor belum bisa ditransfer ke rekeningnya,”tegasnya.
Tersangka dijerat Pasal 12 huruf e undang-undang Nomor 20 tahun 2001 sebagaimana perubahan atas undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang tindak Pidana Korupsi dengan ancaman hukuman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000 dan paling banyak Rp 1.000.000.000.
“Dalam perkara ini, kami memeriksa empat saksi, yaitu pelapor, kontraktor, pihak yang menyerahkan uang, dan sopir tersangka. Kami masih terus melakukan pengembangan,”tandasnya. (dum)