KARANGASEM – Angka kemiskinan di Karangasem sejak tiga tahun terakhir terus naik. Peningkatannya cukup signifikan dengan persentase 6,56 %. Seperti apa?
Data BPS, menyebutkan, tahun 2019 warga miskin di Karangasem tercatat sebanyak 25.990 jiwa, tahun 2020 angka tersebut turun menjadi 24.690 jiwa. Sayang tahun 2021, sejak Gede Dana memimpin Karangasem, jumlah angka kemiskinan malah meroket hingga tembus pada angka 28.520 jiwa.
Tahun 2022 angka kemiskinan kembali meningkat menjadi 29.450 jiwa. Dan tahun 2024 ini, berkat adanya campur tangan pemerintah pusat, kemiskinan di Karangasem mengalami penurunan lagi dua digit, menjadi 27. 830 jiwa.
Desa Muncan, Kecamatan Selat, menjadi salah satu potret kemiskinan di Gumi Lahar. Warga di bawah garis kemiskinan cukup banyak di wilayah ini . Jaraknya juga berdekatan. Mirisnya, keberadaan warga miskin ini berdekatan dengan rumah salah seorang pejabat teras di Lingkungan Pemkab Karangasem.
Selain warga miskin, di desa tersebut juga ada lansia yang hidup sebatang kara dan anak yatim yang tinggal bersama neneknya, karena ditinggal menikah oleh ibu kandungnya.
I Made Sudanta (64), misalnya. Warga Banjar Gede, Desa Muncan hidup sebatang kara. Dia tinggal di rumah berukuran 5×6 meter dan itupun rumah yang ditempati bukan milik pribadinya. Bahkan untuk menyambung hidup, Sudanta hanya mengandalkan jasa menjadi tukang pijat dengan penghasilan tak menentu. “Bangunan rumah ini hasil swadaya masyarakat. Tanahnya ini juga punya orang lain yang diberikan untuk ditinggali,” ucap Sudanta, Kamis (24/10/2024).
Hari-harinya ia habiskan seorang diri. Sedangkan untuk kebutuhan sehari-hari, Sudanta dibuatkan makanan oleh kerabat dekatnya. Sementara untuk lauk pauk, kadang dibawakan oleh tetangga. ”Adik saya dua, ada satu di Karangasem satu di Denpasar,” tuturnya.
Selama ini, pria yang mengalami kebutaan sejak usia 20 tahun harus berjuang sendiri. Dia juga mengaku mendapatkan bantuan beras dari Desa sebulan sekali. Bantuan beras tersebut digunakan untuk makan sehari-hari.
Nasib serupa namun tak sama juga dialami, Gede Krisna Angga Wiguna (13), pelajar kelas VIII SMP 1 Selat, asal Banjar Dinas Kawan, Desa Muncan, Kecamatan Selat. Saat ditemui di rumahnya dia terlihat sedang duduk di teras rumah dengan tatapan hampa.
Matanya berkaca-kaca, mengesankan bahwa dia masih teringat pada almarhum sang ayah, I Wayan Karya yang meninggal saat bekerja menjadi ojek online di Denpasar akibat mengalami pecah pembuluh darah. ”Bapak meninggal tahun 2021 lalu dalam kondisi tertunduk di atas sepeda motor saat ngojek,” kata Krisna
Sambil mendongak, Krisna kembali mengingat saat dirinya masih bersama sang adik Ni Kadek Devi Divia Juliani ditinggal untuk selamanya oleh sang ayah. Adik perempuannya itu kini duduk di kelas 5 SD di Muncan dan tinggal bersama nenek dari Ibu kandungnya. ”Bapak sama ibu cerai, enam bulan sebelum bapak meninggal. Sekarang ibu saya tinggal di Jembrana karena nikah lagi,” ucapnya.
Sepeninggal orang tuanya, Krisna dan adiknya tinggal terpisah. Krisna diasuh oleh nenek dari bapaknya. Namun musibah menimpanya. Sang nenek yang usianya sudah lanjut menjadi korban kebakaran rumah pada Juli lalu. Akibat insiden itu, neneknya tak bisa berjualan sampai sekarang karena luka bakar hingga 40 persen.
”Sekarang nenek hanya bisa di kamar saja. Untuk membiayai kebutuhan sekolah sama sehari-hari, saya ditanggung paman,” ucapnya.
I Made Suardika pamannya, perjuangan untuk membiayai keponakannya penuh perjuangan. Ia yang hanya menjadi buruh serabutan. Memiliki enam orang anak, mau tidak mau harus menafkahi kebutuhan hidup keluarganya.
”Ponakan saya ini tidak dapat beasiswa di sekolah Dengan kondisi saya yang juga serba kekurangan, ini jelas cukup berat,” bebernya. Suardika berhadap, keponakannya itu bisa mendapat beasiswa untuk sekadar meringankan biaya sekolah dan kebutuhan sehari-hari. (wat)