BADUNG – Pengelolaan yang baik oleh desa adat terhadap keberadaan Pantai Melasti, telah banyak membantu kehidupan krama Ungasan. Terutama dalam hal pelaksanaan upacara adat keagamaan, seperti Karya Tawur Labuh Gentuh, Ngenteg Linggih lan Mapadudusan Agung Pura Segara yang rangkaiannya masih berlangsung hingga saat ini.
Hal tersebut tidak dipungkiri adanya oleh Prawartaka Karya, I Made Suada. Kata dia, sebelumnya Karya serupa juga telah digelar pada sejumlah Pura yang ada di wewidangan Desa Adat Ungasan. Yakni Pura Desa, Puseh, Dalem, dan kali ini di Pura Segara.
“Di Pura Desa, itu di tahun 2006. Karya kami laksanakan dengan swadaya murni masyarakat. Meski ketika itu perekonomian belum berkembang seperti sekarang, tapi masyarakat dengan semangat tulus ikhlas ternyata mampu melaksanakannya,” ungkapnya didampingi Ketua Pengelola Pantai Melasti Ungasan, Wayan Karnawa.
Kemudian seiring perkembangan, Karya serupa dilaksanakan di Pura Puseh pada tahun 2012 silam. Dan itu juga digelar secara swadaya oleh masyarakat. “Berikutnya, kami melaksanakan upacara ini di Pura Dalem. Bedanya, saat itu kita sudah mulai melakukan pengembangan destinasi wisata Pantai Melasti. Pengembangan tersebut adalah dari masyarakat, oleh masyarakat, dan untuk kesejahteraan masyarakat,” ungkapnya.
Langkah bendesa adat bersama segenap prajuru dan masyarakat adat di Ungasan dalam mengembangkan potensi Pantai Melasti, menurut dia, merupakan suatu hal yang sangat disyukuri. Karena hasilnya bukanlah dipergunakan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk kepentingan segenap masyarakat Ungasan.
“Inilah modal kami di Ungasan untuk kemudian tumbuh dan berkembang. Kami sadari ini adalah milik negara. Namun ini adalah hak ulayat Desa Adat Ungasan, yang secara turun temurun dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat hukum adat,” tegasnya.
Atas perkembangan, keberadaan Pantai Melasti kini tidak ubahnya sebagai ujung tombak dari kesejahteraan masyarakat Ungasan. Saat ini masyarakat tidak lagi urunan untuk menggelar Karya, karena sepenuhnya sudah disikapi oleh desa adat melalui Baga Utsaha Padruwen Desa Adat (BUPDA) atas hasil pengelolaan potensi Pantai Melasti. “Begitu pula Karya di Pura Segara ini, yang sumber pendanaannya adalah dari hasil pengelolaan Pantai Melasti,” sambungnya.
Lebih lanjut pria yang akrab disapa Jero Dalang itu juga mengungkapkan bahwa gelaran Karya di Pura Segara tersebut sekaligus sebagai wujud syukur kepada Ida Sang Hyang Widhi dalam manafestasinya sebagai Ida Betara yang berstana di Pura Segara. Sekaligus dengan harapan agar ke depan senantiasa diberkati kerahayuan. “Ini juga sebagai wujud menjaga keharmonisan kita dengan Tuhan, sesama, dan juga lingkungan,” sambungnya.
Rangkaian Karya dimaksud katanya sudah berjalan sejak tanggal 2 Oktober 2024, yang dimulai dengan prosesi Matur Piuning. Sementara untuk puncak Tawur telah dilaksanakan pada 10 Oktober 2024 lalu.
Hal senada disampaikan oleh Bendesa Adat Ungasan, I Wayan Disel Astawa. Kata dia, pelaksanaan Karya tersebut tidak ubahnya sebagai ucapan rasa terimakasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Ida Betara Betari Kahyangan Tiga dan Parahyangan Desa. “Sejak berdirinya Pura ini, baru sekarang kami bisa melaksanakan Karya Tawur Agung Labuh Gentuh Ngenteg Linggih lan Mapadudusan Agung ini,” ungkapnya.
Wujud syukur tersebut, sambung dia, wajib untuk dilaksanakan mengingat Pantai Melasti merupakan tempat berlangsungnya berbagai aktivitas manusia. Baik itu dalam kaitannya dengan Parahyangan, Pawongan, ataupun Palemahan. “Jadi atas apa yang sudah kita terima dari Beliau, wajib kita melaksanakan upacara seperti ini sebagai wujud rasa terima kasih,” ungkapnya.
Prosesi Penyineban Karya bersangkutan, sambung Disel, dijadwalkan terlaksana pada 22 Oktober 2024 mendatang. Dalam gelarannya, akan ada penampilan seratusan masyarakat penari Kecak. Itupun sebagai bagian dari penyampaian rasa syukur kepada Betara Segara, Kahyangan Tiga, dan Parahyangan Desa. (adi)