DENPASAR – Direktorat Reserse Siber (Ditressiber) Polda Bali menggulung sindikat pelaku registrasi SIM Card (kartu perdana) ilegal memakai identitas orang lain. Polisi meringkus 12 orang tersangka dan enam orang masih buron.
Pengungkapan kasus ini dibeberkan Direktur Ditressiber Polda Bali AKBP Ranefli Dian Candra didampingi Kabid Humas Kombes Jansen Avitus Panjaitan, Rabu (16/10/2024). Polisi juga menghadirkan 12 orang tersangka, dan barang bukti 500000 SIM Card yang sudah teregistrasi, perangkat elektronik, uang Rp250 juta, serta buku tabungan dengan saldo ratusan juta rupiah.
Tindak pidana ini diotaki DBS (12) asal Lamongan, Jawa Timur, yang merupakan lulusan salah satu SMK di Denpasar jurusan TI.
Ia ditangkap bersama GVS (21) asal Karangasem selaku manajer, MAM (19) asal Denpasar sebagai kepala sortir, FM (18) beralamat di Denpasar sebagai kepala produksi registrasi SIM Card.
Kemudian, empat tersangka bertugas meregistrasi SIM Card, yaitu YOB (23) asal NTT, TP (22) asal Banyuwangi, ARP (18) asal Banyuwangi, IKABM (22) asal Denpasar. Berikutnya, DP (31) asal Denpasar sebagai research developer, IWSW (21) selaku customer service, serta dua orang marketing masing-masing berisial DJS (21) dan RDSS (22).
AKBP Dian Candra menyampaikan, pengungkapan kasus ini berawal adanya informasi masyarakat adanya aktivitas mencurigakan di salah satu rumah di Jalan Sakura, Gang 1 nomor 18C Denpasar.
“Awalnya, warga mencurigai rumah itu sebagai tempat operator judi online,”ujar AKBP Dian Candra didampingi Kabid Humas Kombes Jansen Avitus Panjaitan.
Penggerebekan dilakukan, Rabu (9/10/2024) sekitar pukul 23.00 WITA dan mendapati 10 orang termasuk tersangka DBS sedang bekerja. Petugas juga memeriksa komputer hingga terungkap adanya penjualan SIM card yang sudah diregistrasi menggunakan data orang lain.
“Di TKP ini, kami menyita barang bukti dua unit PC, delapan unit Laptop, 24 unit modem pool, tujuh unit HP, serta sekitar ratusan ribu Kartu Perdana (Simcard) XL dan Axis, dan sebuah timbangan,”ungkap mantan Kapolres Tabanan ini.
DBS diinterogasi polisi mengaku di TKP sebagai tempat melakukan registrasi. Sedangkan penjualannya di Perumahan Taman Tegeh Sari, Jalan Gatot Subroto I. “Kami mendatangi TKP kedua, tetapi tidak menemukan ada karyawan bekerja. Hasil pengembangan, dua tersangka lainnya dapat ditangkap dan enam orang masih buron,”tegasnya.
Di TKP kedua disita 20 unit laptop, ratusan ribu kartu perdana yang sudah registrasi dan sudah digunakan, 144 modem pool, satu mesin penghancur kertas. Kemudian, empat unit alat scan kartu, satu printer, tiga unit PC beserta layar monitor, tiga unit HP, dua buku tabungan, serta uang hasil kejahatan Rp250 juta.
AKBP Ranefli Dian Candra mengungkapkan modus operandi dalam kejahatan ini dengan menggunakan data pribadi milik orang lain untuk melakukan registrasi SIM card sehingga memperoleh kode One Time Password (OTP) dan selanjutnya dijual ke pembeli.
Kode OTP nantinya dipakai pembeli untuk mendaftar atau membuat akun baru di sejumlah aplikasi. Demi memperoleh berbagai promo belanja. Satu SIM Card bisa dipakai untuk mendaftar 10 aplikasi.
Selain itu, dicurigai SIM Card yang diregistrasi menggunakan data diri orang lain dipakai oleh para pembelinya untuk menjalankan modus penipuan online atau kejahatan online lainnya.
“Sehingga ketika dilacak polisi, maka akan mengarah kepada orang lain, bukan pelaku aslinya,” imbuhnya.
DBS memulai bisnis ilegal ini tahun 2022. Tersangka beralamat di Jalan Tukad Banyusari, Gang Pelita I/15, Denpasar itu awalnya punya usaha counter handphone bersama GVS yang sama-sama lulusan SMK TI di Denpasar.
Bisnis mereka dibarengi dengan jual-beli SIM Card yang diregistrasi secara ilegal. Hanya saja kerjanya masih secara manual dan menggunakan handphone.
“SIM Card dibeli ke masing-masing provider seharga Rp 3.300 per pcs. Satu dus berisi 1.000 pcs seharga Rp3,3 juta,”sebutnya.
Setelah bisnis berkembang, tersangka secara bertahap membeli modem pool, dari dua, meningkat menjadi delapan, dan seterusnya sampai berkembang menjadi 168. Mereka juga secara bertahap merekrut karyawan, dengan mengiklankan lewat media sosial. Gajinya berkisar dari Rp 5 juta sampai Rp 11 juta.
Tersangka memperoleh data diri NIK masyarakat, yaitu dengan membeli data yang bocor di darkweb. Terbaru, DBS merogoh uang Rp25 juta untuk membeli 300 ribu data NIK.
“Kami akan berkoordinasi dengan Bareskrim Polri terkait dugaan kebocoran data di situs darkweb tersebut,” tegasnya.
Dalam sehari, sindikat tersebut mampu memproduksi sampai 3000 SIM Card teregistrasi, kemudian dibawa ke rumah produksi, diolah kembali dan dijual melalui situs yang dibuat sendiri oleh tersangka DBS. Mereka menjual kode OTP dari SIM card yang dihargai Rp5.000.
“Mereka tidak menjual fisik kartunya, setelah kode OTP terjual, kartu langsung dihancurkan oleh pelaku. Keuntungan yang diperoleh dalam sebulan bisa mencapai Rp200 juta sampai Rp 300 juta.
Perbuatan tersangka dijerat dengan Pasal 65 ayat (3), Pasal 67 ayat (3) UU Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama ,lima tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 5 miliar
Selain itu, Pasal 32 ayat (1), Pasal 48 ayat (1) UU ITE dengan pidana penjara paling lama delapan tahun dan/atau denda paling banyak Rp2 miliar.
Sementara, Kombes Jansen mengimbau kepada masyarakat agar berhati-hati dalam menyimpan apalagi bertransaksi menggunakan data pribadi untuk mengantisipasi dimanfaatkan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.