KARANGANYAR – Lokasinya berada di lereng kawasan Gunung Lawu, Dusun Ceto, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi, Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Candi Cetho selain menjadi obyek wisata juga diminati para pengunjung spiritual .
Tak sedikit Umat Hindu dari berbagai pelosok negeri, utamanya Bali yang tangkil atau bersembahyang di kawasan ini. Tak hanya sekadar sembahyang, konon, para pemedek juga meyakini Candi peninggalan Raja Majapahit terakhir itu sebagai tempat memohon kesehatan bahkan hingga jabatan atau Kedudukan.
Diantaranya para pejabat datang dari Bali yang memohon jabatan di tempat ini. Seperti diakui oleh Pemangku di Candi Cetho, Heri Suwardi atau Jero Mangku Gede Mahardika saat ditemui Jumat, 12 Oktober 2024.
Mangku Suwardi menjelaskan, ada beberapa pejabat dari beberapa daerah di Bali yang datang melakukan sembahyang atau sungkem, di Candi Cetho. “ Ada dari Denpasar ada dari Karangasem juga ada,” ungkapnya.
Ia menuturkan dalam prosesi persembahyangan di kawasan ini, ada beberapa tahapan yang dilalui. Diawali dengan melukat di rumah joglo dekat pintu masuk. Kemudian digelar muspa pertama di tempat peruwatan.”Disitu laki-laki, berjalan di sebelah kanan, dan perempuan di kiri,” katanya.
Setelah peruwatan dilanjutkan dengan persembahyangan di pelinggih Sudhamala yang berkaitan dengan pengadukan lautan ksirarnawa untuk mencari tirta amerta.
Kamudian dilanjutkan dengan persembahyangan di pelinggih Eyang Sabdo Palon dan Eyang Nayagenggong yang merupakan pengabih atau penasihat Prabu Brawijaya. “ Disana sungkem dan memohon anugerah baik kesehatan maupun apa tujuanya umat yang tangkil dilakukan secara tulus,” bebernya.
Lantas yang terakhir persembahyangan di palinggih utama, dimana dalam persembahyangan ada pelaksanaan meditasi, mengitari pelinggih Candi utama dan sungkem.
Pelaksanaan piodalan di Candi Cetho digelar pada Anggar Kasih Medangsia. “Gunung Lawu ini merupakan tempat moksah Raja Brawijaya,” paparnya.
Terkait dengan keberadaan umat Hindu di kawasan ini, dari 100 KK, sebanyak 70 merupakan penganut Hindu, 20 KK Islam, dan 10 KK Kristen.
Leluhur Jero Mangku Gede Mahardika merupakan penganut Hindu Kejawen. Dirinya mulai menjadi pemangku di sana sejak tahun 1993. Sebelumnya, dirinya sempat menghindar dengan merantau ke Sumatera.
Namun dirinya mendapatkan sebuah pawisik.Akan tetapi, dirinya sempat dianggap gila sehingga sempat dipasung hingga 9 bulan. Setelah itu, dirinya pun ngayah menjadi pemangku.
Nama gelar Jero Mangku Gede Mahardika diberikan oleh Ida Pedanda Made Gunung yang sudah lebar. (sur)