DENPASAR – Direktorat Reskrimum Polda Bali mengungkap praktik prostitusi berkedok pijat tradisional, yaitu Flame Spa Seminyak dan Pink Palace Bali Spa di Jalan Mertasari, Kerobokan, Kuta Utara, Badung.
Dari penggerebekan kedua tempat usaha itu, polisi menetapkan 11 orang tersangka, mulai dari pemilik, manager, hingga resepsionis. Kasus ini dibeberkan Wakil Direktur Reskrimum Polda Bali AKBP I Ketut Suarnaya, Jumat (11/10/2024).
Penggerebekan Flame Spa Seminyak dilakukan pada Senin 2 September 2024 sekitar pukul 17.30 Wita. Polisi menggeledah kamar nomor 11 dan mendapati terapis sedang melakukan pelayanan kepada tamu dalam kondisi telanjang.
“Di kamar tersebut ditemukan sarana pijet berupa oil/minyak, lulur, masker, handuk dan selimut/sprai berisi sperma,”,”ujar AKBP I Ketut Suarnaya dalam jumpa pers depan Gedung Direktorat Reskrimum Polda Bali.
Tarif di Flame Spa di kisaran Rp1 juta sampai Rp1,9 juta. Di tempat ini hanya pijat sampai orgasme. Polisi menetapkan lima orang tersangka, yaitu pemilik sekaligus menjabat komisaris berinisial Ni Ketut SAN (38), direktur Ni Made PS (38), marketing AC (37) serta resepsionis, RAB dan Ni Kadek WHS.
“Kelima tersangka ini dijerat Pasal 29 dan atau Pasal 30 Jo Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan atau pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman 1 tahun 4 bulan Jo pasal 55 KUHP,”tegasnya.
Sementara, Pink Palace Bali Spa digerebek pada 11 September 2024 pukul 21.10 Wita. Pemilik bisnis lendir ini pasutri berkebangsaan Australia, MJLG (50) dan LJLG (44). Keduanya ditetapkan tersangka bersama direktur berinisial WS (37), general manager, NMWS, resepsionis, WW (29) dan IGNJ (33).
Di tempat ini ditemukan adanya tindak pidana eksploitasi pornografi. Pink Palace Spa mempekerjakan sekitar 20-30 terapis untuk melayani pria hidung belang. Parahnya, ada terapis masih di bawah umur berinisial NSP (17).
Terakit modus operandi, AKBP Ketut Suarnaya menyebut pemilik dan pengelola serta pegawai menyediakan para terapis massage tradisional sensasi.
Resepsionis menunjukan daftar menu treatment pijat dan memberi penjelasan kepada pengunjung. Setelah menu dipilih, para terapis diperlihatkan untuk dipilih.
“Jadi, diperlihatkan terlebih dahulu terapis yang akan melakukan pekerjaannya di showing room. Mereka memakai pakaian lingeri atau kimono transfaran, lalu memberikan berbagai jenis pelayanan, seperti massage sensasi, body to body, yang happy ending, sampai berhubungan badan di kamar yang disediakan,” bebernya.
Diketahui, tarif para terapis ini ditawarkan dari mulai Rp 1 juta sampai Rp2,5 juta. Omzet dari bisnis esek-esek ini mencapai Rp3 miliar sebulan.
Keenam tersangka dijerat Pasal 76 I Jo Pasal 88 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 10 tahun dan atau Pasal 29 dan atau Pasal 30 Jo Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dengan ancaman hukuman paling singkat 6 bulan dan paling lama 12 tahun dan atau pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP dengan ancaman hukuman satu tahun empat bulan Jo pasal 55 KUHP.
AKBP I Ketut Suarnaya menegaskan, Kedua tempat usaha ini izinnya pijat tradisional dan beroperasi sudah setahun lebih, tetapi didalamnya terdapat spa dan prostitusi. Sebagian besar pelanggan mereka adalah warga negara asing.
“Kedua tempat usaha berkedok pijat tradisional, padahal di dalamnya ada spa dan prostitusi. Sebagian dari terapis kita mintai keterangan, termasuk salah satunya anak di bawah umur. Para terapis ini sebenarnya korban. Mereka dijadikan alat untuk menghasilkan profit. Sementara para tersangka adalah semua orang yang menjalankan bisnis tersebut,” tandasnya. (dum)