LOMBOK TENGAH – Akhir September 2024 lalu, rombongan awak media asal Bali berkesempatan mengunjungi produksi Sasambo batik khas Lombok yang berada strategi di pintu gerbang menuju kawasan Sirkuit Mandalika. Disambut ramah oleh sang pemilik Batik Sasambo, bernama Samsir yang tinggal di Desa Rembitan Sasak, Lombok Tengah.
Samsir demikian disapa, ia menuturkan Sasambo adalah nama batik yang khas diambil dari tiga suku atau etnik yang berada di NTB. “Sasambo tiada lain diambil dari nama suku yang ada di wilayah NTB yaitu Sasak ( lombok), Samawa ( Sumbawa) dan Bojo ( Sumba) jadi Sasambo, ” kata suami dari Baiq Sanip itu.
Samsir orangnya luwes, ramah dan selalu energik, dihadapan pengunjung ia menjelaskan satu persatu hasil karyanya secara detail. Ia menceritakan panjang lebar dimana karya batik yang ia ciptakan memiliki filosofi dan makna tersendiri, mulai motif atau tematik yang diangkat setiap lembar kain mampu mengangkat kekhasan budaya sasak Lombok. Karya-karyanya pun beredar luas seantero negeri bahkan sejumlah negara di dunia.
Samsir satu diantara ratusan pelaku UKM di Lombok mendapat binaan dari Telkom. Semisal nama programnya kemitraan bantuan dana permodalan. Namun, saat ini Telkom tak lagi mengulurkan dalam bentuk dana kepada pegiat UKM melainkan lewat pendampingan dan pelatihan.
Samsir sejak tahun 1991 sudah membatik, sedangkan untuk karya batik Sasamdo baru ia jalankan sejak 2010. “Dulu saya sebagai karyawan kerja bersama bos saya buat batik lukis di rumah di Jawa, saya aslinya Jawa. Istri saya asli lombok. Setelah lulus kuliah saya buat batik dan dijual di Ngasem Yogya. Dan diambil sama bos lantas mereka jual batik painting di Lombok. Saya lulusan seni di Yogyakarta jurusan melukis waktu itu,” cerita Samsir.
Lantas Samsir yang sejak muda suka melukis itu, kemudian mendapat tawaran dan disuruh membuat orderan membuat batik, dan saat itu ia hanya dikasi uang saku saja. Lalu perkembangan batik untuk di Lombok sangat pesat, luar biasa masih tradisional. Waktu itu batik dibuat dan dijual di galeri dan tamu-tamu langsung berdatangan, hingga puncaknya pada tahun 1998.
“Habis itu, singkat cerita saya sudah mulai sendiri tidak sama bos pertama lagi, saya punya usaha sendiri bersama kakak ipar membuat proses batik di ruko di sini (rumah sekaligus tempat produksi) , dulu masih memakai rumah tradisional semua alang-alang. Nah saat peristiwa kelam bom Bali kemudian gempa di lombok, orderan pun rontok, lantas kakak saya memilih pindah haluan tidak lagi membatik dia pilih kerja di hotel, tapi saya tetap tekuni batik karena saya hanya bisa membuat batik saja,” ucap Samsir mengenang masa lalunya.
Lebih lanjut ia menceritakan, mulai tahun 98 ia berusaha secara mandiri mengembangkan usaha batik lukis yang berlangsung hingga 2010, dan sejak 2010 ia menciptakan batik Sasambo. Dulu pembelinya waktu buat sendiri batik lukis banyak travel agent yang datang ke sini, begitu pula hotel punya tamu langsung ke sini. “Jadi tahun 91 sampai sebelum bom Bali luar biasa. Sehari itu bisa 30 jutaan masuk. Di sini terus terang saingan batik masih kecil karena semua nyari ke saya. Saya sendiri melayani penjualan batik sampai makan siang saja tak bisa. Apalagi produksi batik tidak bisa langsung jadi sehari,” akunya.
Dalam proses batik, ia pelajari dan pahami budaya Lombok dan NTB. Ide gambar ia pelajari melalui imajinasinya seperti apa budaya di Lombok, semisal flora fauna yang ada di sini. Dalam produksi batik, Samsir mempekerjakan puluhan orang namun setelah pandemi saat ini tinggal hanya 7 pekerja saja. “Sekarang se bulan laku 130 pcs. Harga per lembar dijual Rp 265 ribu, penjualan yang diandalkan saat ini memang tak bisa dielakkan lagi lewat dunia online, jadi pemasaran lewat online memberikan jaringan luas, banyak tamu dari luar negeri melihat proses pembuatan batik tradisional mereka tahu dari online dan sangat diminati, jadi bisa beli online juga,” ucapnya.
Sementara terkait karya batik lukis khas Pak Samsir, ada banyak motif, seperti batik bale balak motif rumah panggung ciri khas dari Sumbawa Bima Dompu lalu lumbung ciri khas Sasak Lombok dan bisa lihat di Sade. Kembang setani ciri khas Sumbawa sudah mewakili. Sasak Sumbawa dan Mbojo. “ Jadi lengkap lah mewakili NTB,” beberapa.
Samsir membuat batik secara manual melukis bolak baliknya sama persis karena ditulis satu- satu. Panjang 2,5 meter lebarnya 120 harganya Rp 500 ribu. Ada yang murah, bahan sama prosesnya beda, yang bagus harus katun bahannya. “Tren yang digemari adalah motif cabe padahal Lombok itu artinya lurus. Tapi karena lombok terkenal cabe ya dibuat cabe,” selorohnya.
Sedangkan karyanya beberapa motif sudah didaftarkan HAKI tapi karena selalu ada yang baru. Samsir mengaku enggan ngurus HAKI, terlalu ribet kalau terus dibuatkan HAKI, karena satu motif tak laku lagi dan muncul motif baru sedangkan proses HAKI kelamaan. “Jadi sesama UMKM mengatakan kayak gitu. Makanya kalau ada yang Jiplak gak apa tapi kalau saya malu lah,” jelasnya.
Terkait binaan Telkom yang pertama itu ia ditawari pembinaan diikutkan pelatihan, mendapatkan informasi penawaran kalau mau mengajukan pembinaan, mau pinjam lalu ada wifi pasang Indihome. “ Modal awal 15 jutaan dari Telkom ke usaha saya. Umumnya 10 juta, bunga 6 persen. Tapi sekarang harus ke bank. Padahal saya lebih senang dengan Telkom. Bunga kecil pengurusan dan lebih simpel ada pendampingannya dan bunga tak banyak. 6 persen per tahun. Saya sih lebih nyaman dengan Telkom. Harapannya sama Telkom dikasi bantuan dan binaan dan apalah caranya membantu UMKM untuk maju. Disesuaikan situasi dan kondisinya. Sesuai dengan aturan Telkom. Kalau kemarin bisa langsung sekarang tidak lagi harus langsung ke bank,” pungkasnya. (sur)