Sosialisasi Penyediaan Sarana Penunjang Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Tempat Praktek Mahasiswa) Universitas Udayana, di Kantor Lurah Kuta, Senin (29/7/2024).
BADUNG – Universitas Udayana (Unud) rencana membangun sebuah tempat praktek alias laboratorium (lab) pariwisata di wilayah Kuta. Itu dibangun dengan memanfaatkan sebuah lahan kosong aset Barang Milik Negara (BMN), atas kerja sama dengan pihak ketiga.
Berkenaan dengan itu, difasilitasi Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta, pihak Unud pun melaksanakan sosialisasi di Kantor Lurah Kuta, Senin (29/7/2024). Dengan nama acara yakni Sosialisasi Penyediaan Sarana Penunjang Pelaksanaan Tri Dharma Perguruan Tinggi (Tempat Praktek Mahasiswa) Universitas Udayana.
Rektor Unud, Prof. Ir. Ngakan Putu Gede Suardana, M.T.,Ph.D.,IPU. hadir secara langsung dalam sosialisasi tersebut. “Sebenarnya ini hotel, tapi hotel ini dimanfaatkan untuk sarana prasarana pendidikan. Kita bekerja sama dengan pihak ketiga,” sebut Rektor Unud ditemui di akhir sosialisasi.
Unud, kata dia, diwajibkan memanfaatkan aset yang ada untuk mendatangkan income dan memfasilitasi para mahasiswa berpraktek, magang, dan sebagainya. Mengingat selama ini, Unud belum memiliki lab semacam itu. “Kita biasanya ke hotel-hotel yang lain. Kalau nanti kita bisa punya sendiri, kan bisa memudahkan mahasiswa,” sebutnya.
Rektor mengakui, izin terhadap pembangunan tersebut sesungguhnya sudah keluar. Sehingga sekarang, tinggal pelaksanaan saja. “Tapi sebelum itu harus sosialisasi dengan masyarakat setempat terlebih dahulu, biar aman perjalanannya,” pungkasnya.
Di sisi lain, pembangunan hotel sekaligus lab tersebut ternyata memunculkan rasa was-was dari pihak penyanding. Pasalnya, sosialisasi baru dilakukan setelah izin dikantongi. Mewakili Kutabex Beach Front Hotel dan The Kuta Beach Heritage Hotel Bali yang merupakan penyanding, I Gusti Ngurah Tiksena selaku Humas mengaku masih bertanya-tanya soal pembangunan lab tersebut.
“Terus terang kami masih sangsi. Kami khawatir pembangunan tersebut akan memberikan dampak pada bangunan kami. Karena selain berkenaan dengan ketinggiannya, hotel 60 kamar itu juga akan dilengkapi basement. Kami was-was, itu nanti akan menyebabkan tanah disekitarnya ikut amblas,” sebutnya.
Kaitan dengan itu pula, Tiksena mengabarkan bahwa pihaknya juga telah melayangkan surat keberatan tertanggal 14 Mei 2024 lalu kepada Bupati Badung dan Ketua DPRD Badung. Isinya meminta Bupati melalui Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Badung, agar meninjau ulang pemberian izinnya.
Namun demikian, Tiksena menyebut pihaknya masih membuka diri untuk berkomunikasi mencari solusi terbaik. Apalagi Unud menyebut bahwa yang akan dibangun tersebut adalah lab tempat praktek mahasiswa. “Kalau memang untuk kepentingan science, kami sebenarnya welcome. Hanya saja, tetap harus dipikirkan mengenai potensi dampak yang ditimbulkan. Jadi kami harap agar ini diperjelas terlebih dahulu, sebelum akhirnya dikerjakan,” ucapnya sembari berharap agar yang akan dibangun itu tidak lebih dari 3 lantai dan tanpa basement.
Sementara terpisah, Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kuta, I Putu Adnyana menuturkan, sesungguhnya sosialisasi tersebut digelar sebagai respon terhadap pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Namun sayang, informasi yang disampaikan dalam sosialisasi perdana itu dinilai masih sangat umum.
“Jadi baru Unud saja selaku pemilik lahan yang menyampaikan akan membangun lab pariwisata dengan menggandeng BITC (Bali Internasional Trade Center),” ungkapnya. Karenanya, dia menyarankan agar ke depan kembali dilaksanakan sosialisasi dengan materi yang lebih detail. Terutama kepada para penyanding di sekitarnya.
“Jadi nanti di sana disampaikan tentang bagaimana bangunannya, kapan pelaksanaannya, berapa lama pembangunannya, dan lain sebagainya. Dengan demikian, maka informasi dapat diterima dengan jelas dan lengkap,” sebutnya.
Melalui sosialisasi kedua nanti, juga diharapkan dapat muncul semacam komitmen bersama antara pelaksana pembangunan dengan para penyanding. Tujuan tiada lain adalah agar tidak ada ‘ribut-ribut’ di kemudian hari. “Kalau misalnya kami dibutuhkan untuk ikut hadir sebagai penengah, tentu kami siap,” akunya.
Kuta, ditegaskan dia, bukanlah wilayah yang anti investor. Dengan catatan, investasi yang dilakukan tidak malah menimbulkan kerugian pihak lain, terlebih masyarakat Kuta. “Memang perizinan kabarnya sudah dikantongi. Tapi komunikasi yang baik, tetap menjadi hal yang sangat penting guna mengantisipasi terjadinya gejolak di kemudian hari,” pungkasnya. (adi,dha)