Ni Wayan Widhiasthini
KLUNGKUNG – Salah seorang akademisi, Dr Ni Wayan Widhiasthini meminta penyelenggara Pemilu yakni KPU dan Bawaslu memberikan perhatian lebih dan memfasilitasi pemilih disabilitas pada Pilkada serentak 2024.
Perhatian lebih ini dalam rangka menjaga prinsip kesetaraan dan inklusi sehingga semua pihak memiliki kesempatan yang sama untuk berkontribusi dalam proses pemilihan. Sebab selama ini banyak tempat pemungutan suara tidak dirancang dengan mempertimbangkan kebutuhan penyandang disabilitas.
Widhiasthini, dosen Universitas Pendidikan Nasional (Undiknas) Denpasar ini saat menjadi narasumber kegiatan Rapat Koordinasi Stakeholder dan Lounching Pemetaan Kerawanan Pemilih Serentak Tahun 2024, yang diselenggarakan Bawaslu Klungkung, Senin (29/7/2024) mengungkapkan pemilih disabilitas sangat rawan dipengaruhi oleh pihak lain sehingga tidak dapat memberikan hak suaranya atau pun haknya diambil alih pihak lain.
Ia menyebutkan pemilih disabilitas yang telah memberikan suaranya pada Pemilu sebelumnya mencapai 5.000an orang di Bali. Sejumlah pengalaman kurang mengenakan pun dialami pemilih disabilitas tersebut mulai dari sulitnya menuju ke TPS hingga hak suaranya dipakai oleh orang lain.
“Keterbatasan fisik tidak disupport oleh keluarga, sudah tidak usah dikasi memilih. Potensi ini terjadi di masyarakat kepada pemilih disabilitas,” ungkap Ni Wayan Widiasthini.
Menanggapi hal tersebut Ketua KPU Klungkung I Ketut Sudiana mengungkapkan pihaknya akan memberikan perhatian kepada pemilih disabilitas. Di Klungkung jumlah pemilih disabilitas mencapai 837 orang yang terdiri dari 312 orang disabilitas fisik, 86 disabilitas intelektual, 181 orang disabilitas mental, 165 orang disabilitas wicara, 36 orang tuna rungu dan 57 orang tuna netra.
Untuk pemilih disabilitas fisik pihaknya meminta kepada petugas KPPS di masing-masing TPS untuk melakukan jemput bola jika memungkinkan dan ada waktu untuk itu. Pasalnya, tempat pencoblosan yang biasanya diselenggarakan di balai banjar, memang tidak ramah untuk disabilitas. “Kita upayakan untuk melakukan jemput bola ke rumah pemilih yang mengalami disabilitas jika memungkinkan untuk itu,” ungkap Ketut Sudiana.
Sementara untuk pemilih yang mengalami tuna netra, pihaknya berupaya untuk mengajukan pengadaan kertas suara dengan huruf braille, sehingga pemilih tuna netra bisa memilih dan mencoblos sendiri untuk mencegah terjadinya manipulasi yang dilakukan keluarga atau orang terdekat kepada pemilih. (yan)