BulelengLingkunganTerkini

‘Gila’ Kelola Sampah, Komang Ani Sugiani Raih Anugrah Kalpataru 2024

 

BULELENG – Lantaran ‘Gila’ mengelola sampah menjadi bermanfaat dan memiliki nilai ekonomis, mengantarkan Komang Anik Sugiani mendapatkan berkah berupa Kalpataru Tahun 2024 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.

Kalpataru atau penghargaan kepada seseorang/kelompok yang berjasa dalam upaya pelestarian lingkungan hidup di Indonesia, diterima Wakil Direktur III Bidang Kemahasiswaan Politeknik Ganesha Guru Singaraja karena mampu mengantarkan transformasi pengelolan sampah di kampusnya dan menginspirasi masyarakat luas dalam mengubah sampah menjadi berkah.

“Penghargaan ini saya terima dalam kategori Perintis Lingkungan. Banyak yang menganggap kegigihan saya mengelola sampah ini ‘gila’, namun saya yakin, sampah bisa menjadi berharga,” ungkap Sugiani pada acara ‘Bincang Komunikasi’ yang digelar Dinas Komunikasi, Informatika, Persandian dan Statistik Kabupaten Buleleng, Selasa (16/7/2024).

‘Kegilaan’ Sugiani dimulai sejak tahun 2009 saat berkeyakinan bahwa perubahan harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga sebelum menyebar ke lingkungan sekitar. Kemudian tahun 2016 membentuk komunitas untuk memperluas gerakannya, karena menyadari untuk merubah lingkungan menjadi lebih baik tidak bisa dilakukan sendirian.

“Dan tahun 2020 saya mendirikan Yayasan Proyek YOTI Bali di Desa Mengening, Kecamatan Kubutambahan. Yayasan yang berfokus pada pengelolaan sampah menjadi barang bernilai ekonomis serta pemberdayaan anak-anak dan ibu rumah tangga,” ungkapnya.

BACA JUGA:  Instalasi Listrik Semrawut Pengelola Pasar Semarapura Evaluasi Keamanan Menyeluruh

Dengan bantuan dari Pertamina Foundation, Yayasan Proyek YOTI Bali mengelola sekitar 24,6 ton sampah plastik per tahun dan memproduksi eco-enzyme dari sampah organik dan memberdayakan petani untuk kembali menggunakan pupuk organik.

“Kami berupaya meminimalisir penggunaan bahan kimia demi kesehatan dan lingkungan yang lebih baik,” terangnya.

Sugiani menyebutkan selain menciptakan lapangan kerja, usaha mengubah sampah jadi berkah juga menjadi sumber pendapatan tambahan bagi masyarakat karena produk-produk dari yayasan seperti sofa dari ecobrick dan bantal dari cacahan plastik, telah dipasarkan hingga luar Bali.

“Yayasan Proyek YOTI Bali juga bekerja sama dengan berbagai komunitas dan pemerintah desa dalam menjalankan program grebek sampah, dimana mereka mengumpulkan sampah dari rumah-rumah dan menukarkannya dengan sembako atau tanaman,” terangnya.

Dengan konsistensi dan komitmen yang tinggi, Sugiani berharap Yayasan Proyek YOTI Bali dapat terus berkontribusi dalam menjaga lingkungan dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

“Kalpataru adalah bonus, tapi yang terpenting adalah keberlanjutan dan konsistensi dalam berkegiatan. Edukasi lingkungan sejak dini juga sangat penting, sehingga kami memilih anak-anak karena mereka generasi penerus dan dengan mendidik mereka sejak kecil, kepedulian akan lingkungan akan terbangun dan terus berkembang,” tandasnya.

BACA JUGA:  Hendak Beli Sandal di Tusan, Adi Artana Malah Tertimpa Pohon Bengkudu

Ia menambahkan, Yayasan Proyek YOTI Bali juga mengembangkan inovasi ‘Sawah Eco-Enzyme’ di Desa Kedis, merintis desa pariwisata berbasis pertanian organik dengan menggunakan eco-enzyme sebagai pengganti pupuk kimia.

“Riset menunjukkan bahwa beras dari sawah ini tidak basi selama tiga hari setelah dimasak. Sawah eco-enzyme menghasilkan panen yang lebih baik dan berdampak positif bagi kesehatan dan ekonomi petani,” jelasnya.

Selain itu, eco-enzyme digunakan untuk pengelolaan sampah organik di Bali, yang banyak dihasilkan dari upacara adat. Pembuatan eco-enzyme mudah dilakukan dengan bahan-bahan yang tersedia di rumah. Produk organik eco-enzyme sedang diuji untuk dijual di minimarket.

“Pengelolaan sampah anorganik dilakukan dengan kolaborasi bersama rumah produksi besar dan melalui kelompok WhatsApp. Tantangan utama yang dihadapi adalah mengajak orang untuk konsisten dalam pengelolaan sampah. Yayasan memiliki visi untuk membuat sekolah berbasis Green School yang gratis bagi anak-anak kurang mampu dengan dukungan dari donatur,” pungkasnya. (kar/jon)

Back to top button