JEMBRANA – Pasraman Sastra Kencana menggelar upacara penglukatan rangda tiga (kelahiran melik) massal di Pantai Rambut Siwi, Kecamatan Mendoyo, Kabupaten Jembrana.
Pinisepuh Pasraman Sastra Kencana, Guru Nabe Budiarsa, Minggu (23/6/2024) menjelaskan, seseorang khususnya umat Hindu dengan kelahiran melik rangda tiga memiliki sifat tidak lazim, yaitu cenderung tempramental seperti emosional berlebihan hingga memengaruhi konflik dalam kehidupan sehari-hari.
Wuku yang termasuk kelahiran rangda tiga, yaitu wariga, warigadian, pujut, pahang, menail, dan prangbakat.
“Keenam wuku ini memiliki pengaruh rangda tiga. Dari enam wuku ini, di setiap wuku ini ada 7 hari, sehingga jumlah rangda tiga dalam 6 bulan itu ada 42 hari yaitu 7 hari kali 6 jenis wuku. Yang paling berbahaya dari 6 wuku ini adalah wuku prangbakat, warigadean dan Pahang,” kata Guru Nabe Budiasa saat ditemui seusai memimpin upacara pengkulatan rangda tiga.
Ia menyebut ada empat jenis kelahiran rangda tiga.
“Ada bersifat berbahaya sekali, membuat kaya, bersifat tenang dan damai, serta ada yang bisa membuat konflik dalam kehidupan, baik dengan ayah, ibu, anak dan pasangan suami istri,”ucap Guru Nabe Budiarsa.
Khusus rangda tiga yang bersifat berseberangan dengan potensi kualitas hidup dalam keharmonisan, serta pencarian kerejekian harus dihilangkan dan dinetralkan agar berubah dari kekuatan negatif menjadi positif (wesia dadi amerta).
“Upacara rangda tiga yang sesungguhnya adalah bagaimana kita mengubah energi negatif orang yang memiliki tubuh melik menjadi energi positif yang akan membawa keberuntungan dari segala hal,” jelasnya.
Menurutnya, upacara penglukatan rangda tiga ini bertujuan untuk mencabut dan menghilangkan pengaruh negatif yang menimbulkan penyakit dalam tubuh manusia, terutama penyakit yang bersifat menahun.
“Sakit-sakit yang biasanya tidak terdeteksi di dunia medis yang sempat membingungkan kalangan medis yang menangani sehingga tidak sembuh-sembuh,” tegasnya.
Ditanya sumber upacara ini, Guru Nabe menjelaskan berdasarkan sastra, lontar khususnya di konsep sapta durga, panca durga, dwi durga, tatwa ini juga sangat erat kaitannya dengan Tatwa dasa aksara dan kanda empat.
Karena durga ini bagian dari ajaran kanda empat. Kanda empat itu meliputi panca detya ada mahluk-mahluk gaib. Karena panca durga merupakan energi panas didalam tubuh manusia, ini yang harus dinetralkan.
“Perlu diingat kata durga ini bukan perwujudan seperti kita lihat seperti wujud rangda. Durga yang dimaksud di dalam tatwa kanda empat adalah, durga yang artinya Dur yang artinya panas dan Ga artinya perwujudan. Sifat durga ini ada di dalam tubuh manusia seperti darah daging, itu bersifat panas, berbeda dengan melik durga, kalau melik durga mempunyai energi spesial terkunci di dalam tubuh orang yang memiliki sifat melik, dan ini harus dinetralkan,” kata Guru Nabe Budiarsa.
Guru Nabe mengaku, kegiatan pengelukatan rangda tiga ini sudah sering dilakukan secara personal sehingga berkembang di masyarakat. “Hari ini kita melakukan pengelukatan rangda tiga secara massal agar biaya lebih murah dan bisa terjangkau oleh masyarakat,” tutur Guru Nabe Budiarsa.
Sarana yang digunakan berupa banten suci, caru manca sata, caru ayam biying diolah menjadi 33. “Jadi masing-masing peserta mendapatkan satu set banten untuk proses rangda tiga nya (tri durga murti) yang menyebabkan melik di tubuhnya. Sedangkan untuk caru manca sata ini berfungsi digunakan untuk proses dengan istilah mengundang kekuatan durga,” sebutnya.
Setiap peserta diberikan caru karena masing-masing peserta memiliki kala yang berbeda, memiliki hari yang berbeda untuk mengeluarkan seluruh kekuatan negatif dalam tubuh peserta dan nyupat tri durga menjadi tri amertha.
“Dengan adanya pengelukatan rangda tiga ini, kami berharap para peserta mendapatkan perubahan kehidupan yang lebih baik ke depannya serta sehat jasmani dan rohani,” harapanya. (dum)