DENPASAR – Gases Bali sebuah Yayasan yang aktif bergerak di bidang pelestarian pengembangan budaya menghelat sebuah rangkaian upacara “Bhaktining Suputra”. Yaitu Karya Baligia Kinambulan, Pengepah Ayu, Bebayuhan Sapuh Leger lan Melik, Menek Kelih lan Mepandes, yang berlangsung di Sesetan, Denpasar Selatan. Rangkaian upacara mulai berlangsung sejak 6 Juni hingga 25 Juni dengan dudonan karya ngelingihan di merajan masing-masing.
Ketua Gases Bali Dr. Komang Indra Wirawan mengatakan, Gases Bali menyelenggarakan “Dewa Pitara Puja” sebuah prosesi Upacara Pitra Yadnya sebagai bentuk Bhakti Sentana (Bhaktining Suputra:Anak yang Berbakti).
“Kami melaksanakan upacara Atma wedana, Baligia lan Mapandes (potong gigi) Sinarengan. Upacara ini bertujuan untuk memupuk rasa kebersamaan tanpa memandang klen ataupun soroh,” kata Komang Indra Wirawan , Minggu (17/6/2024).
Disamping menjalankan bentuk bhakti kepada leluhur, pelaksanaan ini berharap dapat sebagai proses pembelajaran bersama. Hal ini, menjadi sebuah pembelajaran, sehingga nantinya dalam melakukan upacara tidak menjadi “takut” untuk beryadnya. “Karena, kami beryadnya berdasarkan atas kemampuan yang dimiliki. Bukan sebagai ajang kontestasi modal, sehingga terasa sangat berat untuk beryadnya,” sebutnya.
Menurutnya, upacara di Bali belakangan ini sering menjadi ajang kontestasi modal, sehingga warga merasa sangat berat untuk beryadnya. “Kami berharap, bhaktining suputra 2024 ini dapat sebagai proses pembelajaran bersama, sehingga nantinya dalam melakukan upacara kita tidak menjadi “takut” untuk beryadnya. Itu karena melakukan berdasarkan atas kemampuan yang kita miliki,” jelasnya.
Artinya, upacara yang diwujudkan dalam pembiayaan dengan jalan punia. Cara seperti ini, akan menciptakan pembiayaan subsidi silang bagi yang kurang mampu, sehingga warga dapat merasakan indahnya “berbagi” dalam beryadnya. “Yadnya itu agama Hindu. Faktanya yadnya lebih menonjol dalam keberagamaan umat hindu. Padahal, sesungguhnya agama Hindu terdiri atas tattwa, susila dan acara,” lanjutnya.
Indra Wirawan menegaskan, pada dasarnya Setiap Upacara Yadnya mempunyai tujuan yang sama sebagai bentuk rasa bhakti kepada sang pencipta, leluhur dan segala manifestasinya, sehingga kehidupan manusia di bumi dapat lebih baik.
Prosesi Upacara Maligya atau Baligya dimulai dari Mapiuning Maguru bendu piduka: prosesi mohon maaf dan permakluman kepada sang pencipta ketika akan memulai upacara. Kemudian Mlaspas tetaring Piranti yadnya lan mecar, Negtegan karya, mepengalang sasih, meguru dadi, mepasang sunari, ngadengan tapeni, rare angón, guru dadi dan ngingsah
Dilanjutkan, Ngaturang pekelem ring Segara dan Gunung Agung: memohon kepada sang pencipta sebagai simbol Pradana (Perempuan) dan Purusa (lanang), sebagai upasaksi karya dan mohon tirta kamandalu (tirta pembersihan akan hawa nafsu) dengan menggunakan kambing berwarna hitam dan kambing berwarna merah. Ngulapin lan nebusin: memanggil roh/sang pitara yang akan diupacarai di segara/pantai karena dipercaya dalem segara adalah simbol pintu sorga.
Lantas dilanjutkan Ngangget don Beringin: mohon dari dewa sangkara berupa daun berigin sebagai simbol kulit yang akan diupacarai dalam bentuk sekah, Ngajum, mlaspas sekah lan silih asih: suatu prosesi menyatukan roh. Sang pitara kedalam bentuk sekah yang akan diupacarai.Ngening, Memurwa daksina, narpana saji: suatu prosesi uppeti, sttii/penciptaan, kehidupan, sang pitara diiring keliling di peyadnyan sebagai simbol gunung kelasa untuk bisa mencapai siwa.
Dengan lantaran upacaranya memakai alas kerbau suci. Setelah naik diberikan suguhan /tarpana saji dari berbagai macam binatang dan ikan seperti: Ikan tengiri, kura-kura, menjangan, biri-biri, kambing, kerbau, darah badak, susu sapi, babi hutan, dll berharap leluhur bahagia disana. Pralina puja: prosesi mepralina membakar sekah dikembalikan keasalnya dilanjutkan prosesi ngadegan puspa (bunga) yang selanjutkan di hanyud kelaut, Ngulap, Nebusin, nyegara gunung, ngangkid: suatu prosesi memanggil sang atma pitara yang setelah diupacara baligya menjadi Widi pitara yang distanakan dalam bentuk daksina linggih Dewa dewi. Daksina linggih ini dituntun ke pura pura/Me ajar ajar/ Nunas ajah/diberikan pelajaran yang nantinya akan distanakan di tempat suci keluarga masing masing
Terakhir prosesi mepegat semaya sebagai bentuk terimakasih kepada betara lingga karena upacara telah selesai dan memutuskan janji dan kenangan yang lalu agar sang atma bisa terlepas kembali manunggal dengan sang pencipta. (sur,dha)