BULELENG – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Buleleng telah menyiapkan pengintegrasian berbagai aplikasi pemerintah dalam satu platform terpadu menuju Government Technology (GovTech) Indonesia yang diluncurkan Presiden Republik Indonesia Joko Widodo dengan nama INA Digital.
Selain menyiapkan sumber daya manusia (SDM) serta sarana prasarana yang dibutuhkan, seluruh pimpinan organisasi perangkat daerah juga segera dipanggil untuk mengintegrasikan program yang dilouncing serangkaian acara Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Summir 2024 di Istana Negara Jakarta.
“Pemerintah Kabupaten Buleleng siap melaksanakan instruksi Presiden Republik Indonesia, mengintegrasikan layanan aplikasi digital Pemkab Buleleng ke dalam satu platform terpadu, INA Digital,” tandas Pj. Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana usai mengikuti rapat paripurna di Gedung Rakyat DPRD Kabupaten Buleleng, Rabu (29/5/2024).
Kepala BKPSDM Provinsi Bali ini menegaskan seluruh pimpinan perangkat daerah segera dikumpulkan untuk diberikan pengarahan tentang larangan pembuatan aplikasi baru dan upaya pengintegrasian ribuan platform/aplikasi layanan pemerintah oleh GovTech sebagai lembaga yang ditugaskan menggerakkan keterpaduan layanan digital dalam INA Digital.
“Terlalu banyaknya aplikasi justru membuat masyarakat kebingungan dan menghambat layanan publik. Seluruh Indonesia akan disesuaikan, setelah ini akan saya panggil pimpinan perangkat daerah. Karena, sebenarnya digitalisasi itu lawannya kan dematerialisasi,kita tidak butuh orang banyak dengan penggunaan aplikasi. Tapi, aplikasinya harus terintegrasi,” tegasnya.
Ia mencontohkan pengintegrasian aplikasi pemerintah yang telah dilakukan Pemkab Buleleng yakni manajemen talenta, menggabungkan 6 aplikasi terkait tata kelola sumber daya manusia (SDM) menjadi 1 aplikasi.
Menurutnya, belum banyak kabupaten yang bisa bebas menggunakan sistem menagemen talenta, namun keberadaan aplikasi ini harus ditekankan pada kebermanfaatan dan kemudahan bagi penggunanya.
“Karena, belum tentu juga seluruh pegawai mengerti. Makanya harus didampingi, adminnya yang mendampingi, itu modelnya. Pengelolaan aplikasi juga harus mengedepankan transparansi dan akuntabilitas, sehingga setiap masyarakat yang memanfaatkan layanan seperti mengurus dokumen mengetahui prosesnya sudah sampai sejauh mana,” tegasnya.
Hal itu merupakan bukti layanan/kerja yang harus diterima masyarakat sebagai implementasi dari integrasi berbagai aplikasi yang akan menjadi arah baru dari aplikasi digital pemerintahan atau INA Digital.
“Seperti pengurusan SIM, ngurusin KTP, ngurusin lain-lain aplikasinya. Kan membingungkan masyarakat, sedangkan aplikasi itu tujuannya memudahkan layanan dan yang paling penting masyarakat tahu, merasakan urusan mereka ditangani,” tegasnya.
Hal penting lainnya, lanjut Lihadnyana, dalam pengimplementasian aplikasi digital pemerintah harus ada kepastian aplikasi yang digunakan bisa berjalan dua arah.
“Jangan sampai aplikasi hanya dipahami oleh yang membuat saja, namun penggunanya justru susah memahami dan menggunakannya. Demikian juga pada implementasi pemanfaatan aplikasi pemerintah,” jelasnya.
Untuk itulah, menurut Lihadnyana peran penting dari literasi dan pendampingan bagi pengguna, penerima manfaat aplikasi.
“Jangan sampai aplikasi yang dibuat dengan tujuan memudahkan warga masyarakat malah tidak terpakai karena masyarakat tidak mamahami cara menggunakannya. Contoh, membayar menggunakan QRis, sekarang bayar PBB-P2 menggunakan, apakah semua masyarakat punya dan memahami ? Makanya perlu literasi kepada mereka, ada sosialisasi terkait penggunaan aplikasi itu dan juga pendampingan sehingga aplikasi layanan pemerintah berguna bagi masyarakat dan bermanfaat bagi semua,” pungkasnya. (kar/jon)
