Aliansi Masyarakat Bali (AMB) menyampaikan aspirasi menolak RUU Penyiaran ke gedung DPRD Bali, Selasa (28/5/2024)
DENPASAR – Aliansi Masyarakat Bali (AMB) mendatangi gedung DPRD Bali, Selasa (28/5/2024) guna menyampaikan aspirasi penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyiaran yang saat ini sedang dibahas di DPR RI.
AMB yang terdiri dari sejumlah mahasiswa,tokoh masyarakat serta insan pers dari berbagai organisasi wartawan melakukan longmarch dari depan Kantor Gubernur Bali menuju gedung DPRD sekitar pukul 10.00 Wita. Aksi damai AMB lengkap membawa poster dan spanduk.
Sepanjang perjalanan menuju rumah rakyat di bilangan Renon, Denpasar itu, pekik menolak RUU Penyiaran terus didengungkan. Aksi ini mendapat pengawalan dari aparat Poltabes Denpasar.
“Kami memandang bahwa draft RUU Penyiaran memuat pasal-pasal yang mengancam kekebasan pers, demokrasi, dan HAM, sehingga membawa Indonesia ke masa kegelapan,” ujar koordinator lapangan Ambros Boli Berani.
Menurutnya draf RUU Penyiaran tertanggal 27 Maret 2024 yang dibuat Baleg DPR RI mengandung pasal-pasal yang mengamputasi kebebasan pers, menghambat kerja-kerja jurnalistik, dan mengebiri kebebasan berekspresi warga negara.
“Alih-alih mendorong terwujudnya masyarakat yang demokrastis, negara, dalam hal ini pemerintah, justru secara telanjang berniat mengontrol warga negaranya, yang berdampak pada pelanggaran hak atas kemerdekaan pers, tetapi juga pelanggaran hak publik atas informasi,”kritiknya.
Ambros menyebutkan sejumlah pasal yang berpotensi mengebiri demokrasi dan merampas hak asasi manusia (HAM), termasuk hak atas kemerdekaan pers,pelanggaran hak publik atas informasi, pelanggaran kebebasan berekspresi, hingga melanggengkan monopoli.
Bab IIIB, dari Pasal 34A sampai Pasal 36B, berisi pasal-pasal yang menyangkut platform digital penyiaran. Pasal 8A huruf q, Pasal 42.
“Catatan kritis kami, pemerintah berusaha mereduksi independensi Dewan Pers dan fungsi UU Pers. Pasal 8A huruf q juncto 42 ayat (1) dan (2) pada draf RUU Penyiaran menimbulkan tumpang tindih antara kewenangan KPI dengan kewenangan Dewan Pers. Pasal tersebut juga menghapus Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers sebagai rujukan dalam menilai siaran-siaran produk jurnalistik, mengalihkan penilaian menggunakan P3 (pedoman prilaku penyiaran) dan SIS (standar isi siaran),” beber Ambros.
Pernyataan sikap AMB berisi 7 point yakni, menolak RUU Penyiaran yang sedang dibahas DPR RI. Menolak pasal-pasal yang anti-kemerdekaan pers, anti-demokrasi, anti-kebebasan berekspresi, anti-HAM. Menolak monopoli kepemilikan lembaga penyiaran.
Mendesak Presiden Jokowi dan DPR RI meninjau ulang urgensi revisi UU Penyiaran atau tidak melanjutkan pembahasan RUU Penyiaran, Menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI melibatkan partisipasi masyarakat secara bermakna (meaningful participation) dalam pembentukan peraturan dan perundang-undangan, baik undang-undang baru/ pengganti maupun perubahan/ revisi undang-undang.
Menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI melibatkan Dewan Pers, organisasi organisasi perusahaan media, dan kelompok masyarakat sipil yangmemiliki perhatian khusus terhadap isu-isu yang beririsan dalam hal pers, demokrasi, dan HAM. Menuntut Presiden Jokowi dan DPR RI menghapus pasal-pasal problematik yang berpotensi melanggar hak kemerdekaan pers dan hak publik atas informasi.
Pernyataan sikap AMB diterima oleh Sekwan I Gede Indra Dewa Putra mewakili unsur pimpinan DPRD Bali.
“Saya sudah berkoordinasi dengan ketua Dewan melalui telpon, beliau meminta agar aspirasi rekan-rekan bisa diteruskan ke DPR RI. Saya sudah kirim aspirasi itu melalui email dan ini bukti pengirimannya,”kata Dewa Putra dihadapan massa yang tergabung dalam AMB. (yan)