DENPASAR -Pembangunan di Bali tidak pernah henti, banyak investor yang sudah berinvestasi di berbagai sektor ekonomi di Bali. Bangunan yang dibangunpun sudah tidak mengikuti artsitektur Bali dan lebih banyak bangunan modern.
Perkembangan pembangunan tersebut juga tidak lepas dari semakin maraknya penjualan tanah dan hampir terjadi disemua kabupaten kota di Bali terlebih Denpasar dan Badung.
Sementara diluar Badung lebih banyak pada pengembangan perumahan dan juga berakibat lahan-lahan pertanian semakin berkurang. Dibangunnya perumahan yang menghabiskan banyak lahan pertanian itu memberikan kesempatan pada penduduk pendatang untuk berusaha memiliki rumah di Bali.
Menyikapi persoalan seperti itu, Bali harus segera melakukan penyelamatan dan ada sebuah peraturan daerah (Perda) yang bisa mengatur larangan menjual tanah oleh masyarakat lokal Bali, apalagi tanah warisan leluhurnya melainkan harus tetap dijaga.
Dari peraturan daerah tersebut hanya diperbolehkan untuk disewakan dan dilarang untuk dijual. Penegasan tersebut disampaikan oleh Sekretaris Komisi I DPRD Bali Made Suparta saat dikonfirmasi via telepon, Minggu (26/5/2024).
Sekretaris Komisi I DPRD Bali Made Suparta mengatakan, sejumlah Perda sebagai inisiatif dewan DPRD Bali harus segera di godok termasuk sejumlah Perda yang kiranya sudah usang juga harus segera dievaluasi dan segera dilakukan revisi apalagi sudah lebih dari lima tahun semestinya sudah harus direvisi.
Salah satunya Perda Kependudukan. Selain Kependudukan, diminta ada Rancangan Perda inisiatif dewan di DPRD Bali yang sifatnya dinilai sangat urgent untuk penyelamatan Bali.
“Kita ambil contoh di daerah Istimewa Yogyakarta, masyarakat tidak boleh menjual tanah tetapi kalau dikontrak/disewakan yang dibolehkan. Bali harus bisa seperti itu, hanya boleh mengontrakan kepada pihak lain sehingga kepemilikan tanah di Bali masih tetap utuh milik masyarakat Bali,”ujarnya.
Suparta, menyebutkan Bali ini kecil dan kalau semua tanah milik masyarakat Bali dijual, sudah pasti Bali akan berubah total dan masyarakat Bali tidak akan bisa melestarikan adat dan Budaya Bali yang adiluhung.
“Ketika tanah warisan masyarakat Bali disewakan pada pihak lain jangka waktunya juga harus diatur, kalau bisa maksimal waktu sewanya 20 tahun. Sehingga saat diperpanjang kembali dapat dinikmati hasil sewa oleh pemiliknya dan harga sewapun bisa ditingkatkan sesuai harga pasar, dan tanah milik masih tetap utuh,”ujarnya.
Selanjutnya, Perda Kependudukan yang ada saat inj juga harus segera dievaluasi atau direvisi. Dalam setiap tahunnya, politisi PDIP asal Tabanan ini menilai terjadi pertambahan pendusuk pendatang yang terus mengalami peningkatan. Salah satu peningkatannya lebih banyak dari penduduk yang tujuan kedatangannya ke Bali sebagai pekerja musiman seperti buruh bangunan atau tenaga serabutan lainnya.
Akibat, meningkatnya penduduk pendatang, dampaknya pada kemacetan dan terjadi kekroditan dimana-mana akibat panjang jalan di Bali yang terbatas. Apalagi ruas jalan di Bali tidak ada pelebaran karena keterbatasan lahan. Bali tidak bisa membangunan jalan baru maupun melakukan pelebaran jalan akibat lahan terbatas dan harganyapun sangat mahal.
“Kita harus segera melakukan evaluasi dan harus selektif terhadap masuknya penduduk pendatang ke Bali,”pungkasnya. (arn/jon)