TABANAN – Selama perhelatan WWF ke 10 di Nusa Dua Bali, ratusan delegasi dari puluhan menagara mengunjungi Jatiluwih. Mereka sangat tertarik dengan keindahan sawah terasering. Namun yang terpenting mereka berharap agar kondisi sawah dan subak dapat dipertahankan dan berkelanjutan. Serta generasi dua diharapkan mau terjun ke sektor pertanian.
Seperti yang terjadi Jumat dan Sabtu (24-25/5/2024), kunjungan delegasi dari berbagai negara seperti Belanda, Perancis, Maroko, Jepang, Peru, India, Filipina, Jamaika, Kenya, algeria, estonia kazakhstan. Turmi, Kanada , Suriname serta dari negara lain nampak sangat terpesona dengan keberadaan sawah tersering dengan sistem irigasi tradisional subak yang masih dapat dipertahankan dan berkelanjutan.
Yang juga menjadi perbedaan kehadiran kalangan akademisi dari beberapa universita ternama di Indonesia. Salah satunya dari Trisakti. Seperti diungkapkan salah satu dosen teknik lingkungan Prof Dr. Ir. Astri Rinanti, mengatakan kalau kehadirannya ke Jatiluwih bersama beberapa Mahasiswa sebagai bentuk untuk mengenalkan secara langsung ke mahasiswanya tentang keberadaan subak tradisional yang masih dipertahankan dengan baik oleh masyarakat Bali khususnya Jatiluwih.
“Selama ini kami lebih banyak belajar teori, dengan datang ke sini ( jatiluwih) bisa mengenalkan kepada mahasiswa tentang keberadaan sistem irigasi tradisional subak. Kami juga ini mengetahui perbedaannya dengan irigasi modern. Keberadaan Jatiluwih ini bisa menjadi sekolah lapangan bagi mahasiswa dan masyarakat. Bisa dipelajari dari berbagai ilmu,” jelasnya.
Pihaknya juga berharap keberadaan subak dan sawah yang ada dapat terus dipertahankan dan berharap generasi muda bisa mengetahui tentang keberadaan subak.
“Kami berterima kasih kepada masyarakat yang tetap melestarikan keberadaan subak sebagai bentuk kearifan lokal. Mohon generasi muda bisa mempertahankan warisan budaya ini,” harapnya.
Delegasi dari berbagai negara seperti Ivan Sanchez dari Peru, Siham dari Maroko mengaku sangat mengagumi keberadaan subak Jatiluwih dan tidak ada di negara mereka. Merekam Pun berharap ini dapat dipertahankan. Apalagi seperti dikatakan Ivan Sanchez, dengan adanya perubahan iklim yang akan mempengaruhi ketersediaan air, sistem irigasi subak ini harus tetap dipertahankan.
Begitupun Chiyo Samazaki yang mengatakan ada kemiripan dengan negara. Di jepang juga ada persawahan, namun lebih banyak dikerjakan orang tua. Kondisi alam juga tidak jauh berbeda berbukit. Dia mengaku baru pertama kali datang ke Jatiluwih dan mengagumi keindahan sawah terasering , maupun Annick dari Prancis yang berharap sawah dan sistem irigasi subak dapat dipertahankan dan berkelanjutan.
Sementara itu Manajer Operasional DTW Jatiluwih John ketut Purna mengaku sangat gembira dengan kehadiran para delegasi termasuk dari kalangan akademisi. Banyak hal bisa dipelajari dan menjadi masukan dalam upaya untuk mempertahankan keberadaan sawah terasering dan sistem irigasi tradisional subak.
“Semuanya memang mengagumi keindahan sawah terasering dan berharap dapat terus dipertahankan,” ucapnya.
Dikatakan, dengan adanya kunjungan delegasi dari berbagai negara ini, pihaknya berharap semakin banyak wisatawan yang berkunjung. Selama perhelatan WWF ini jumlah pengunjung mencapai 1500 orang per hari. Hanya saja kata dia kebanyakan atau sekitar 90 persen merupakan wisatawan mancanegara dan sisanya hanya 10 persen wisatawan domestik. Kedepan pihaknya berharap kunjungan wisatawan domestik maupun lokal semakin banyak.
Terkait harapan dari para delegasi agar swah terasering dan sistem tradisional subak dapat dipertahankan dia mengatakan sudah melakukan berbagai upaya bersama masyarakat. Salah satunya, dengan membantu pupuk organik karena kedepan pihaknya menargetkan semua persawahan di Jatiluwih sudah organik. (jon)