TABANAN – Bali menjadi tuan rumah pelaksanaan World Water Forum (WWF) bulan Mei 2024. Berbagai persiapan telah dilaksanakan seperti pembangunan museum air di areal museum subak Sanggulan maupun di kawasan DTW Jatiluwih. Pihak pengelola DTW Jatiluwih juga terus membenahi kawasan wisata subak Jatiluwih dan siap menerima kunjungan para delegasi WWF tersebut.
Manager Operasional DTW Jatiluwih, John Ketut Purna mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai langkah untuk menyambut kunjungan delegasi, termasuk acara “road to WWF” yang melibatkan tokoh-tokoh pariwisata serta pakar dari Universitas Udayana. Fokus utama dari persiapan ini adalah menjaga kelestarian sawah subak Jatiluwih, yang merupakan potensi utama yang akan ditonjolkan kepada para delegasi.
“Persiapan sudah 60-70 persen, kami di DTW Jatiluwih juga masih menunggu arahan dari Pemda Tabanan dan Provinsi Bali, karena menurut informasi yang kami dapatkan setidaknya ada belasan kepala negara yang akan berkunjung,” ungkapnya, Kamis (4/4/2024).
Saat kunjungan delegasi nanti, salah satu poin penting yang akan ditonjolkan adalah sistem pengaturan air di Jatiluwih melalui subak, yang merupakan contoh nyata bagi dunia serta bagaimana menjaga hutan untuk kelestarian air dan kehidupan di desa.
“Subak tetap menjadi point penting dalam kegiatan WWF di Jatiluwih,” katanya
Namun diakui, salah satu tantangan yang masih dihadapi adalah masalah lahan parkir yang terbatas. Untuk mengatasi tingkat kunjungan para delegasi, pihaknya saat ini sedang dilakukan pembangunan lahan parkir baru di belakang kantor manajemen, dengan target bisa menampung hingga 300 kendaraan setelah selesai nantinya.
“Pembuatan areal parkir sedang kami kebut di belakang kantor manajemen dengan luas lahan sekitar 80 are untuk 300 kendaraan. Saat ini baru rampung 20-30 persen,” sebutnya.
Disisi lain, sebagai upaya tetap menjaga kelestarian kawasan Jatiluwih yang telah mendapatkan pengakuan UNESCO ini, lanjut kata John, upaya menjaga kawasan Jatiluwih dari potensi pembangunan liar juga telah dimulai melalui koordinasi dengan pihak desa dan adat setempat, termasuk pekaseh.
“Rencana kedepan juga termasuk pengembangan destinasi wisata dengan mengalihkan fokus dari pertanian sawah ke perkebunan penduduk serta pembangunan mini botanical garden di areal Pura luhur Petali,” katanya.
Untuk hal tersebut, pihaknya akan meminta RDTR dari Kabupaten sebagai acuan untuk mengatur tata ruang di desa. Tapi rencana pengembangan destinasi wisata Jatiluwih ke depan bukan di sawah lagi, melainkan berencana mengembangkan perkebunan penduduk dan berencana membuat mini botanical garden di pelaba Pura Petali.
“Kebetulan disana ada lahan seluas 9-10 hektar yang akan dijadikan pengembangan daerah Jatiluwih ke depan termasuk membuat jogging track baru sampai ke Banjar kesambi sehingga wisatawan lebih berkunjung,” jelas pengusaha jasa wisata ini.
Selain itu yang juga menjadi program jangka panjang juga mencakup permohonan kepada Departemen Kehutanan untuk membuat jogging track di hutan atau lereng Gunung Batukau. Saat ini masih fokus untuk program jangka pendek bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat di pinggiran Jatiluwih, yang nantinya bisa dijadikan kawasan wisata pendukung.
“Masih banyak potensi yang belum digarap maksimal di desa desa pinggiran kawasan Jatiluwih, misalnya air terjun dan banyak lagi termasuk pengembangan agrowisata perkebunan,” pungkasnya. (jon)