KLUNGKUNG – Kadis Lingkungan Hidup dan Pertanahan Kabupaten Klungkung, Bali Nyoman Sidang mengungkapkan ada peningkatan volume sampah selama hari raya Galungan, Kuningan dan Nyepi. Peningkatan volume sampah kata Sidang kepada wartawan, Rabu (13/3/2024), mencapai 100 persen.
Dalam satu hari volume sampah mencapai 65 ton per hari yang masuk ke TOSS Gema Santi. Jika hari biasa volume sampah rata-rata mencapai 32,6 ton. Parahnya lagi, pemilahan sampah di TOSS Gema Santi dilakukan secara manual. Menurut Sidang pemilahan menggunakan mesin justru lambat.
Sementara, Kepala BRIDA Kabupaten Klungkung Ketut Budiarta, menyampaikan, satu-satunya cara untuk menangani masalah sampah di Kabupaten Klungkung adalah dengan teknologi. Menurut Budiarta ada sistem pirolisis dan pemanfaatan teknologi insinerator yang paling tepat digunakan di Klungkung.
“Kalau menurut saya satu-satunya cara penanganan masalah sampah dengan teknologi. Ada dua teknologi pirolisis dan insinerator,” tandas Budiarta, Rabu (13/3/2024).
Dikutip dari berbagai sumber, sistem pirolisis merupakan proses dekomposisi kimia menggunakan pemanasan tanpa kehadiran oksigen atau minim oksigen. Proses pirolisis menghasilkan produk berupa bahan bakar padat, cairan dan beberapa zat lainnya.
Sedangkan teknologi incinerator adalah alat yang digunakan untuk membakar limbah padat dan dioperasikan dengan pembakaran pada suhu tertentu.
Sebelumnya Budiarta menyampaikan, timbunan sampah di Kabupaten Klungkung sebesar 255 ton per hari terdiri dari sampah di daratan dan Nusa Penida. Sedangkan sampah perkotaan yang diangkut dari enam kelurahan,perkantoran dan sampah pasar yang ditangani oleh Pemkab Klungkung jumlahnya mencapai 32,6 ton per hari, di luar hari raya dan hari khusus.
Dengan optimalisasi pengelolaan sampah di Tempat Olah Sampah Setempat (TOSS) Gema Santi kata Budiarta,maka kapasitas pengelolaan sampah perkotaan bisa ditingkatkan menjadi 20 ton per hari.
“Residu berupa sampah anorganik telah terkelola berbasis refuse derived fuel (RDF), namun sampah organik belum bisa diolah menjadi RDF karena berupa sampah basah,” tandas Budiarta. (yan)