BULELENG – Sidang perkara No. 109/Pid.Sus/2023/PN.Sgr terkait dugaan pencemaran nama baik mantan Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana dengan terdakwa I Nyoman Tirtawan, terus bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Singaraja Kelas IB.
Setelah melaksanakan sidang/pemeriksaan setempat (PS), majelis hakim yang diketuai I Gusti Made (IGM) Juliartawan didampingi Made Kushandari dan I Gusti Ayu (IGA) Kade Ari Wulandari kembali melanjutkan pemeriksaan perkara dengan agenda mendengarkan keterangan terdakwa.
“Saya buka persidangan hari ini dengan agenda pemeriksaan terdakwa, silahkan jaksa penuntut dan penasehat hukum mengajukan pertanyaan kepada terdakwa,” tandas IGM Juliartawan saat menyidangkan perkara di Ruang Candra Pengadilan Negeri (PN) Singaraja Kelas IB, Senin (26/2/2024).
Menyikapi kesempatan tersebut, Made Sutrawan selaku penasehat hukum terdakwa Nyoman Tirtawan maupun jaksa penuntut Isnarti Jayaningsih dan I Made Heri Permana Putra tak hanya meminta ketegasan terkait bentuk perampasan tanah warga, tapi juga pelaku pembuat tembok diatas lahan milik warga dan kapasitas Putu Agus Suradnyana yang dituding melakukan perampasan tanah.
“Perampasan tanah warga di Batu Ampar dilakukan dengan membangun tembok dan pemasangan plang papan nama asset Pemkab Buleleng seluas 45 hektar diatas lahan milik warga yang bersertipikat atas nama Parwata. Kalau siapa yang membangun tembok, saya tidak tahu namun yang jelas oleh Pemkab Buleleng karena ada papan nama terpasang disana,” tandas Tirtawan menjawab pertanyaan jaksa penuntut.
Terkait kapasitas Agus Suradnyana, mantan anggota DPRD Provinsi Bali ini menegaskan saat konten dibuat Putu Agus Suradnyana masih menjabat Bupati Buleleng.
“Saat itu yang bersangkutan masih menjabat bupati, dan memberikan kuasa kepada sekda untuk melakukan pendataan asset, termasuk tanah seluas 45 hektar di Batu Ampar yang nota bena masih bersertipikat hak milik atas nama Parwata, apakah tidak dirampas namanya,” tandas Tirtawan yang juga menegaskan dalam kontennya juga disebutkan mantan Bupati Buleleng Putu Bagiada memberikan ijin warga untuk menggarap lahan sejak tahun 2017.
Kemudian, Pemkab Buleleng mohon BPN untuk membatalkan SHM atas nama Parwata namun ditolak BPN karena masih ada lahan bersertipikat SHM. Ironisnya, tahun 2020 jutru terbit HPL pengganti dan lahan tersebut dicatatkan sebagai asset Pemkab Buleleng sesuai rekomendasi LHP BPK Republik Indonesia.
Dengan ditolaknya permohonan Pemkab Buleleng melalui DPKPD Buleleng, lanjut Tirtawan, maka 3 SHM atas nama warga, 2 diantaranya atas nama Parwata masih berlaku, karena belum dibatalkan oleh BPN.
“Namun anehnya tahun 2020 justru terbit HPL Pengganti atas HPL No 1/Desa Pejarakan tahun 1976 diatas SHM milik warga yang masih berlaku. Penyerobotan lahan ini sudah dilaporkan ke Polres Buleleng, dalam prosesnya mantan Kepala Kantor BPN Buleleng berupaya memediasi, namun yang bersangkutan (Agus Suradnyana) tidak mau dan muncul laporan kasus ITE sekitar Bulan April 2023, sementara laporan terkait penyerobotan lahan tahun 2022 justru di SP3K oleh penyidik Polres Buleleng,” tandas Tirtawan sekaligus menjawab pertanyaan majelis hakim.
Selain mengapresiasi mediasi sebagai upaya damai yang dapat mengakomodir semua pihak, IGM Juliartawan juga juga sekaligus menutup sidang untuk dilanjutkan tanggal 4 Maret 2024.(kar/jon)