
GIANYAR – Partisipasi masyarakat Gianyar dalam memilah sampah belum maksimal. Namun mengajak masyarakat memilah sampah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Diperlukan ketegasan regulasi dan sistem yang bisa ‘memaksa’ masyarakat untuk memilah sampah berbasis sumber.
Seperti tantangan yang dihadapi Griya Luhu sebagai salah satu agen panampung sampah plastik di Gianyar. Sekitar 20 desa dari 70 keluarahan/desa telah bekerjasama dengan Griya Luhu dan aktif memilah sampah.
Manajer Operasional Griya Luhu, Kadek Ayun Wardimas mengatakan 20 desa ini membentuk bank sampah unit di setiap Banjar. Partisipasi masyarakatnya menabung sampah pada bank sampah unit bervariasi. Kisaran 10%-90% dari total keseluruhan KK di setiap Banjar. “Partisipasi paling tinggi di perumahan GSM Tojan, Blahbatuh mencapai. 90%. Jadi hampir seluruh warganya memilah sampah dan plastiknya ditabung di Bank Sampah,” jelasnya saat Bimtek aplikasi yang diikuti Kader Bank Sampah di Desa Batuan, Kecamatan Sukawati, Minggu (7/1). Namun ada pula partisipasi masyarakat sangat rendah di angka 10% dari total keseluruhan KK di satu Banjar.
Ada berbagai faktor yang membuat masyarakat belum terbiasa melakukan pemilahan sampah. Salah satunya adalah kurangnya kesadaran untuk menjaga lingkungan. “Masih banyak kita temui sampah plastik dibuang ke selokan, memenuhi sungai-sungai dan pastinya akan berdampak buruk jika terus-menerus seperti itu,” ungkapnya.
Maka dari itu, Griya Luhu gencar melakukan pendekatan ke masyarakat agar tingkat partisipasi masyarakat menjadi nasabah bank sampah semakin banyak. “Artinya semakin banyak yang peduli, sampah makin terkelola dengan baik,” jelasnya. Jika Desa memang serius dalam pemilahan sampah ini, Desa harus tegas bergerak dengan regulasi karena sistemnya telah disiapkan oleh Griya Luhu. “Griya Luhu sejak 2021 membantu desa memberikan sistem dan menyalurkan sampah plastik agar tidak berakhir ke TPA. Sekarang tinggal ketegasan regulasi dari desa. Berani tidak desa ‘memaksa’ masyarakat memilah sampah,” ujarnya. Ketika ini berhasil, niscaya masalah sampah akan teratasi dengan baik.
Dari desa yang sudah bekerjasama saja, Griya Luhu berhasil menyelamatkan 10-30 ton sampah plastik maupun yang bisa didaur ulang. Sebagian besar jenisnya berupa sampah lembaran campur seperti kantong kresek, plastik sasetan, bungkus mie instan, yang biasanya tak laku di pemulung. Hanya saja dari segi harga memang murah tidak lebih dari Rp 1.000 per kilogramnya. “Eksekusi nya memang tidak mudah, yang sudah mari terus bergerak bersama-sama. Yang belum pelan pelan kita dekati agar tergerak melakukan pemilahan sampah, demi lingkungan yang sehat, bersih dan nyaman,” ujarnya. (jay)